Oleh: Muhaimin Yasin
PWMU.CO – Kualitas pendidikan dasar anak Indonesia saat ini sedang mengalami kemerosotan yang cukup nyata, apabila dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Problem yang memengaruhi realitas tersebut bukan hanya karena tuntutan mengikuti perkembangan zaman Apabila tidak segera ditangani dengan serius dan ditindaklanjuti oleh pemangku kebijakan, maka hal ini bisa berpengaruh terhadap cita-cita besar bangsa Indonesia untuk berdeklarasi sebagai negara maju di tahun 2045.
Jika melihat fakta saat ini, kebanyakan dari anak-anak Indonesia yang masih duduk di sekolah dasar, belum bisa membaca, menulis dan berhitung (calistung). Bahkan ada juga dari anak Sekolah Menengah Atas (SMA) yang tidak mampu.
Terlebih lagi degradasi moral anak Indonesia yang semakin mengkhawatirkan. Kasus bullying, pelecehan seksual, kekerasan, melawan guru, tawuran dan lain sebagainya, merajalela tak terbendung seantero negeri. Ada apa dengan pendidikan dasar anak Indonesia?
Bagai penawar dalam derita yang berkepanjangan, di tengah keadaan yang kurang menyenangkan ini, harapan baru akan perubahan muncul seiring dengan adanya tiga tokoh penting di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen).
Pada 21 Oktober 2024 di Istana Negara, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, melantik Prof Dr Abdul Mu’ti MEd Sebagai Menteri Pendidikan dan Menengah (Kemdikdasmen) yang didampingi oleh dua wakil menteri, yakni Prof Atip Latipulhayat SH LLM PhD yang juga merupakan guru besar bidang hukum internasional di Universitas Padjajaran dan Dr Fajar Riza Ul Haq MSi yang juga merupakan Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Tokoh Harapan
Tiga tokoh ini merupakan pembawa harapan baru terhadap perubahan tata kelola terhadap sistem pendidikan tanah air. Kehadiran mereka membawa optimisme besar berbagai kalangan untuk membangun kembali citra pendidikan anak Indonesia yang telah mengalami kemunduran dan kemerosotan. Ketiganya sebagai pemangku kebijakan, dapat dipercaya untuk memberikan dampak perubahan yang sangat signifikan terhadap pendidikan dasar anak Indonesia.
Prof Abdul Mu’ti MEd adalah sosok yang tidak asing lagi dalam dunia pendidikan. Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini, sebelum menduduki jabatan strategis di pemerintahan, telah memiliki segudang pengalaman daan banyak berkiprah dalam pendidikan.
Sejak 1993-2013 ia telah menjadi dosen tetap di IAIN Walisongo, kemudian mulai tahun 2014 menjadi dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tahun 2011-1017 menjadi Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. Pada tahun 2019-2021 menjadi Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan dan berbagai kontribusi nyata yang gemilang lainnya.
Selanjutnya, Prof Atip Latipulhayat SH LLM PhD tidak jauh berbeda dengan Prof Abdul Mu’ti, Prof Atip juga memiliki track record baik dalam dunia pendidikan. Ia mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) dengan jurusan hukum internasional pada tahun 1990 di Universitas Padjajaran. Kemudian pada tahun 2000, ia menyelesaikan studi magister dalam bidang hukum (LLM) di Monash Univesity, Australia. Di Universitas yang sama, ia memperoleh gelar doktor (PhD) pada tahun 2007.
Selain itu, Dr Fajar Riza Ul Haq MSi tidak kalah berprestasi dari kedua tokoh di atas. Ia meraih gelar sarjana di Fakultas Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2022, kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di Universitas Gadjah Mada Yogjakarta dalam Program Studi Keagamaan dan Lintas Budaya serta lulus pada tahun 2006 dan meraih gelar doktoralnya di Universitas yang sama pada tahun 2024.
Selain pendidikan yang luar biasa, Dr Fajar Riza Ul Haq juga dipercaya untuk memimpin jabatan strategis dalam Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yakni sebagai Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis untuk periode 2022-2027.
Pembenahan Masalah
Salah satu hal paling mendasar yang mengakibatkan pendidikan anak Indonesia ini mengalami kemunduran adalah karena faktor kurikulum yang tidak cocok. Dengan realitas ketersediaan sarana dan prasarana, Indonesia belum siap mengadopsi sistem pendidikan negara maju yang telah mumpuni dalam bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Fasilitas dan Teknologi.
Sejak Februari tahun 2022, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) meluncurkan kurikulum yang dinamakan sebagai Kurikulum Merdeka. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas belajar-mengajar dan fokus pada pengembangan karakter profil pelajar yang berlandaskan Pancasila.
Selain itu, proyeksi dari kurikulum ini ialah tidak adanya penentuan target pencapaian tertentu. Sehingga hal ini yang menyebabkan tidak ada keterikatan pelajar terhadap konten mata pelajaran. Karena flexibility inilah yang merupakan salah satu celah rentan yang berakibat kepada penurunan kualitas hasil belajar peserta didik.
Bukan hanya masalah kurikulum yang membuat kemunduran dalam pendidikan dasar anak Indonesia, tapi juga karena tenaga pendidik. Hal yang harus diperhatikan oleh ketiga tokoh ini adalah kesejahteraan para guru. Kenapa hal ini berpengaruh terhadap keberlangsungan transformasi kebaikan pendidikan?
Sebab sekarang ini banyak guru yang mempunyai double job, pekerja ganda. Banyak guru yang juga jadi ojek online, guru yang sekalian jadi petani, tukang bangunan paruh waktu dan bahkan ada yang jadi pemulung selepas mengajar di sekolah.
Sehingga ini yang mengakibatkan guru kurang fokus mengajar di sekolah. Karena guru juga butuh kesejahteraan untuk menghidupi diri dan keluarganya. Di sekolah dijejalkan dengan administrasi yang banyak, tugas mengajar, mendidik dan memerhatikan siswanya, namun gajinya tidak seberapa. Ini yang disebut sebagai kerja serius, pendapatan bercanda.
Oleh karena itu pemangku kebijakan memiliki tugas penting dalam membangun kembali marwah pendidikan Indonesia. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah