Oleh: Qonita Zakiyah
PWMU.CO – Pendidikan adalah kunci utama dalam membangun masyarakat yang maju. Di Indonesia, Muhammadiyah dan Ki Hajar Dewantara adalah dua tokoh pendidikan yang memiliki peran penting dalam merancang sistem pendidikan yang memberdayakan.
Meskipun berasal dari latar belakang berbeda, keduanya memiliki visi yang sama: menciptakan generasi yang cerdas secara intelektual, berakhlak mulia, dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Ki Hajar Dewantara terkenal dengan semboyan “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani,” yang menekankan peran guru sebagai teladan di depan, pembangun semangat di tengah, dan pendukung di belakang.
Filosofi ini sangat relevan dengan prinsip pendidikan Muhammadiyah yang menitikberatkan pada keteladanan dan kepemimpinan, baik dalam aspek akademik maupun moral.
Di sekolah-sekolah Muhammadiyah, guru tidak hanya bertugas sebagai pengajar tetapi juga sebagai pembimbing yang menjadi teladan bagi siswa, membentuk mereka menjadi individu berakhlak dan mandiri.
Kedua tokoh ini juga melihat pendidikan sebagai sarana untuk membebaskan masyarakat dari kebodohan dan ketidakadilan.
Muhammadiyah melalui berbagai institusi pendidikannya telah berperan aktif menciptakan kesempatan belajar bagi semua lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial.
Hal ini sejalan dengan pandangan Ki Hajar Dewantara yang berjuang untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif, di mana setiap anak bangsa memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan, apa pun latar belakangnya.
Bagi Muhammadiyah dan Ki Hajar Dewantara, pendidikan bukan hanya soal pencapaian akademis, tetapi juga tentang membentuk manusia yang bertanggung jawab secara sosial.
Dalam perspektif Muhammadiyah, pendidikan harus melahirkan “insan kamil” atau manusia yang utuh, yaitu individu yang memiliki keseimbangan antara ilmu pengetahuan, iman, dan amal saleh. Ini selaras dengan pandangan Ki Hajar Dewantara tentang pentingnya pendidikan budi pekerti.
Baginya, pendidikan harus menghasilkan individu berkarakter kuat dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. Dengan pendekatan ini, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mencetak individu yang berprestasi, tetapi juga membentuk manusia yang peduli akan kesejahteraan bersama.
Di era modern, tantangan globalisasi dan perkembangan teknologi menjadi ujian baru bagi dunia pendidikan. Muhammadiyah telah merespons dengan memadukan teknologi dalam proses belajar mengajar, tanpa mengabaikan nilai-nilai Islam yang menjadi fondasinya.
Sementara itu, Ki Hajar Dewantara mengingatkan pentingnya pendidikan yang kontekstual, yaitu pendidikan yang relevan dengan tuntutan zaman tetapi tetap berakar pada nilai-nilai budaya dan moral lokal.
Sinergi pemikiran Muhammadiyah dan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan memberikan inspirasi bahwa pendidikan harus mampu mencetak manusia berkarakter, cerdas, dan berdaya guna bagi kemajuan bangsa.
Melalui gerakan pencerahan Muhammadiyah, nilai-nilai pendidikan Ki Hajar Dewantara tetap hidup, menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan zaman sekaligus menjadi agen perubahan.
Sinergi ini berperan penting dalam mewujudkan visi Indonesia yang berkemajuan, di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada masa depan yang lebih cerah bagi bangsa dan negara.
Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan