Oleh: Nurbani Yusuf (Komunitas Padhang Makhsyar)
PWMU.CO – Tanpa Muhammadiyah, saya bukanlah siapa-siapa. Bersama Muhammadiyah, saya telah memperoleh banyak hal yang tak ternilai.
Aqidah dan ibadah saya dibimbing dan dijernihkan, terbebas dari takhayul, bid’ah, dan khurafat. Saya belajar memahami dan mengamalkan agama sesuai al-Qur’an dan Sunnah.
Di Muhammadiyah, saya diajarkan untuk berpikir maju, beramal, dan saling memberi. Tak hanya ilmu, di sini saya juga mendapat teman, saudara, pekerjaan, dan banyak pelajaran hidup. Terima kasih, Muhammadiyah.
Jika Anda bertanya, “Apakah saya telah membesarkan Muhammadiyah atau justru dibesarkan oleh Muhammadiyah?” Jawaban saya jelas: saya dibesarkan oleh Muhammadiyah.
Saya bukan seperti Pak AR Fakhruddin, Ketua PP Muhammadiyah yang sederhana dan wara’ meski menjabat empat periode.
Saya juga bukan seperti Kiai Roemani yang mewakafkan tanah luas untuk rumah sakit atau Haji Muhammad Bishri yang mewakafkan 50 hektar tanahnya untuk Muhammadiyah.
Saya bukan pula Malik Fadjar yang mendirikan universitas Islam terbaik untuk Muhammadiyah. Saya hanyalah satu dari sekian banyak orang yang dibesarkan oleh Muhammadiyah.
Kejujuran membuat saya merasa malu mengakui kontribusi kecil saya pada Muhammadiyah. Apakah wakaf dua masjid dan satu mushala kecil di pinggir kali cukup untuk dikatakan “membesarkan Muhammadiyah”?
Apakah wakaf tanah 800 meter persegi dan rencana mendirikan Tajjdid Center layak dianggap sebagai kontribusi besar? Bahkan, iuran bulanan seribu perak sering kali saya bayarkan terlambat. Sungguh, saya merasa belum banyak berbuat.
Ketua Ranting
Sebagai ketua ranting, saya sering merasa gagal, terlebih saat melihat jumlah jamaah yang semakin menyusut. Sebagai ketua takmir, upaya saya belum cukup untuk meramaikan masjid. Saya hanya bisa bersyukur bahwa saya telah dibesarkan oleh Muhammadiyah.
Terima kasih, Muhammadiyah, karena telah memberi banyak pelajaran. Di sini, saya belajar berorganisasi, beramal dengan ikhlas, berani berkurban, dan berkompetisi dalam kebaikan.
Di Muhammadiyah, saya belajar menghargai perbedaan dan menjalin persaudaraan yang ikhlas.
Lebih dari itu semua, saya dianugerahi keluarga yang mendukung: dua anak yang menyenangkan dan istri yang cantik serta berdedikasi, yang merelakan sebagian waktu dan penghasilannya untuk berkhidmat di Muhammadiyah.
Kehidupan saya hari ini adalah buah dari doa dan ikhtiar teman-teman, saudara seperjuangan di Muhammadiyah.
Terima kasih, Muhammadiyah. Keberkahan yang saya rasakan begitu nyata.
Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan