PWMU.CO – Sesi kedua dalam rangkaian lokakarya Ekoliterasi di Ruang Pertemuan Mas Mansyur, Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, yang digelar pada Ahad (10/11/2024) berlangsung dengan penuh antusiasme. Pada kesempatan kali ini, tema yang diangkat adalah “Literasi Ekologis: Langkah-langkah Membangun Narasi”, yang disampaikan oleh Ahmad Nurefendi Fradana, seorang pengajar literasi dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) yang berfokus pada isu-isu lingkungan dan keberlanjutan.
Sesi ini dimulai tepat pukul 12.00 Wib dan berlangsung hingga 13.30 Wib, dengan peserta dari berbagai kalangan, termasuk pelajar, aktivis lingkungan, dan masyarakat umum yang tertarik pada isu ekologis serta keberlanjutan. Fradana membuka lokakarya dengan menjelaskan pentingnya literasi ekologis dalam membangun kesadaran kolektif mengenai tantangan lingkungan yang dihadapi saat ini.
Mengenal Literasi Ekologis: Lebih dari Sekadar Pengetahuan Lingkungan
Ahmad Nurefendi Fradana mengawali presentasinya dengan menjelaskan bahwa literasi dasar adalah kemampuan penting yang harus dimiliki setiap individu. Ia menyebutkan enam jenis literasi dasar yang perlu dikuasai: literasi membaca dan menulis, numerasi, sains, finansial, digital, serta budaya dan kewargaan. Saat literasi dikembangkan dengan fokus pada literasi ekologis, tujuannya bukan hanya untuk menambah pengetahuan tentang alam, tetapi juga untuk mengembangkan kemampuan memahami, mengkritisi, dan menyebarkan informasi terkait hubungan manusia dengan lingkungan. “Literasi ekologis adalah kemampuan berpikir kritis dan memahami dampak dari tindakan kita terhadap alam, serta merespons tantangan tersebut secara konstruktif,” jelasnya.
Fradana juga menyoroti pentingnya peran media dalam membangun narasi ekologis. Menurutnya, media massa dan media sosial memiliki peran besar dalam menyebarkan informasi dan mempengaruhi opini publik. “Media bisa menjadi sarana yang efektif untuk menyampaikan pesan lingkungan. Namun, media juga harus bertanggung jawab dalam memilih informasi yang akurat dan relevan agar tidak menyesatkan publik,” tambahnya.
Selain itu, Fradana mengajak peserta untuk memanfaatkan media sosial pribadi sebagai alat untuk menyebarkan kesadaran ekologis. “Setiap orang adalah agen perubahan. Melalui postingan atau cerita yang kita bagikan, kita bisa mempengaruhi orang lain untuk lebih peduli terhadap lingkungan,” ujar Fradana.
Sesi ini dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang interaktif. Beberapa peserta bertanya mengenai langkah-langkah konkret yang bisa diambil dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun narasi ekologis.
Di akhir sesi, Ahmad Nurefendi Fradana mengajak seluruh peserta untuk mulai membangun narasi ekologis dari diri sendiri dengan mempertimbangkan norma, etika, dan pendekatan agama. Sesi ini tidak hanya memberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya literasi ekologis, tetapi juga menginspirasi para peserta untuk mulai mengambil langkah kecil dalam meningkatkan kesadaran ekologis di lingkungan sekitar mereka. Dengan pendekatan narasi yang tepat, setiap individu diharapkan dapat menjadi agen perubahan untuk masa depan lingkungan yang lebih baik. (*)
Penulis Nurul Mawaridah Editor Wildan Nanda Rahmatullah