Ilustrasi teknologi kecerdasan buatan (alibusiness)
Oleh Harish Ishlah, aktivis Muhammadiyah
Perkembangan teknologi di Era Revolusi Industri 4.0 ini cukup pesat, salah satunya terkait kecerdasan buatan (Artificial Intelligence atau AI). Teknollogi AI tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi, pendidikan, dan kesehatan, tetapi juga merambah pada ranah agama.
Terkadang saya berandai-andai, mungkinkah AI kelak digunakan dalam proses pengambilan keputusan syariat Islam dan atau fatwa agama? Bagaimana posisi teknologi ini dalam hukum Islam yang bersifat dinamis namun tetap berlandaskan prinsip-prinsip ilahiah?
AI hanya alat bantu
Dalam Islam, fatwa bisa menjadi rujukan hukum berdasar ijma’dan qiyas ulama setelah melakukan kajian mendalam terhadap teks Al-Qur’an dan Hadis. Metode ini disebut sebagai metode ijtihad, yaitu proses pengambilan hukum syariat, dengan mendasarkan pada pemahaman mendalam terhadap dalil-dalil syari yang dikaitkan dengan konteks sosial.
Di sinilah peran kecerdasan manusia menjadi sentral. Namun, perkembangan teknologi modern membuka peluang untuk memanfaatkan AI sebagai alat bantu dalam proses ini. Teknologi AI dapat mengakses dan menganalisis data besar (big data) dalam waktu singkat. Ini mencakup literatur Islam yang luas, seperti Al-Qur’an, Hadits, pendapat ulama terdahulu, hingga berbagai fatwa kontemporer.
Kemampuan AI dalam mengelola informasi ini dapat membantu ulama dalam mempercepat dan memperjelas proses pengambilan keputusan hukum. Misalnya, AI bisa diprogram untuk mengumpulkan dan mengelola teks-teks Al-Qur’an dan Hadis yang relevan dengan masalah tertentu, sehingga membantu ulama dalam menelusuri dasar-dasar syar’i.
Namun, AI tetap terbatas pada logika algoritma dan pola data. AI tidak dapat menggantikan ulama dalam memahami maqashid syariah, yakni tujuan syariat yang meliputi perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam banyak kasus, hukum Islam memerlukan pertimbangan kontekstual, kebijaksanaan (hikmah), dan pemahaman mendalamterhadap kondisi sosial dan manusia, yang semuanya bersifat dinamis dan kualitatif.
Metode Fatwa Era Digital
Teknologi AI dapat diaplikasikan dalam metode qiyas, yaitu analogi terhadap situasi baru yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an atau Hadis. Sebagai contoh, jika ulama menghadapi persoalan baru terkait etika bioteknologi atau teknologi digital, AI bisa membantu mengidentifikasi kasus serupa dari masa lalu yang kemudian dapat dianalogikan.
Akan tetapi, AI tetap membutuhkan arahan dari ulama dalam membuat kesimpulan hukum. Ijtihad, sebagai proses intelektual untuk menemukan solusi hukum bagi persoalan-persoalan baru, juga bisa mendapatkan keuntungan dari AI.