PWMU.CO – Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dikenal sebagai salah satu organisasi otonom Muhammadiyah yang berfokus pada pelajar. IPM memiliki peran penting dalam membentuk karakter, pengetahuan, dan keterampilan pelajar melalui kegiatan yang berorientasi pada nilai-nilai Islam dan kebangsaan.
Namun, seiring perkembangan zaman dan perubahan kebutuhan serta kondisi anggota, muncul pertanyaan baru. Apakah IPM masih relevan bagi anggota yang sudah menamatkan SMA, sedang kuliah, atau bahkan telah menyelesaikan pendidikan tinggi?
Apakah IPM tetap menjadi wadah yang signifikan bagi generasi muda di desa?
IPM dan Tantangan di Ranah Desa
IPM umumnya lebih aktif di perkotaan, di mana akses terhadap pendidikan dan teknologi lebih mudah.
Di desa, tantangan yang dihadapi IPM berbeda. Tidak semua pelajar desa memiliki akses yang sama terhadap informasi, teknologi, atau pendidikan tinggi.
Dalam konteks ini, IPM memiliki potensi besar untuk menjadi wadah pengembangan potensi bagi generasi muda desa, terutama bagi mereka yang kurang memiliki kesempatan seperti pelajar di kota.
IPM di ranah desa dapat menjadi ruang belajar yang inklusif, mempererat kebersamaan, dan meningkatkan kualitas hidup melalui kegiatan sosial, edukasi, dan keagamaan. Namun, keanggotaannya di desa tidak hanya terbatas pada pelajar tingkat SMP atau SMA.
Banyak anggota IPM di desa yang telah menamatkan pendidikan SMA, melanjutkan ke perguruan tinggi, bahkan ada yang telah lulus kuliah. Mereka tetap aktif di IPM karena masih merasakan nilai dan manfaat dari organisasi ini.
Lantas, apakah keberadaan mereka yang sudah tidak berstatus pelajar ini masih relevan?
Kontribusi Anggota yang Sudah Tamat SMA dan Kuliah
Anggota IPM yang sudah tamat SMA atau kuliah biasanya memiliki kapasitas lebih dalam bidang ilmu pengetahuan, keterampilan teknis, maupun pengalaman organisasi.
Mereka dapat menjadi mentor, penggerak, dan teladan bagi anggota yang lebih muda. Kehadiran mereka juga dapat membantu pelaksanaan program-program IPM dengan lebih baik dan terstruktur.
Sebagai contoh, seorang anggota yang telah menyelesaikan pendidikan di bidang pendidikan dapat menyelenggarakan bimbingan belajar bagi pelajar yang menghadapi ujian.
Sementara itu, anggota dengan latar belakang ekonomi dapat memberikan pelatihan kewirausahaan bagi pemuda desa untuk meningkatkan perekonomian lokal. Kehadiran anggota senior ini menjadi katalisator untuk perkembangan IPM di desa.
Menjawab Relevansi IPM bagi Anggota Non-Pelajar
Dalam pandangan Muhammadiyah, IPM adalah organisasi yang berfokus pada pelajar. Namun, hal ini tidak berarti mereka yang telah tamat SMA atau kuliah tidak dapat berkontribusi. Sebaliknya, kehadiran mereka dapat menjadi nilai tambah bagi organisasi.
Anggota senior dapat membimbing generasi muda agar lebih aktif dan semangat dalam belajar maupun berorganisasi.
Lebih dari itu, mereka dapat membangun jejaring dengan berbagai pihak, seperti pemerintah desa, tokoh masyarakat, maupun lembaga non-profit untuk mendukung program IPM.
Dengan dukungan jejaring ini, IPM dapat menjalankan program-program yang lebih komprehensif.
IPM di desa dapat berkembang menjadi organisasi pemberdayaan pemuda, tidak hanya organisasi pelajar. Dengan menyesuaikan program dan kegiatan, IPM tetap relevan bagi anggotanya yang sudah tamat SMA maupun kuliah.
Program seperti pelatihan keterampilan, diskusi isu sosial, atau kegiatan kemasyarakatan dapat memberikan manfaat nyata bagi pemuda desa.
Keberadaan IPM memungkinkan anggota senior tetap terhubung dengan komunitas lokal dan berkontribusi untuk desa.
Di tengah arus urbanisasi, IPM dapat menjadi wadah untuk memperkuat komitmen membangun desa, alih-alih meninggalkannya demi kehidupan di kota.
Para anggota senior juga dapat menginspirasi generasi muda untuk tetap peduli terhadap pembangunan desa.
Membangun Sinergi antara IPM, Pemuda Desa, dan Masyarakat
IPM tidak hanya menjadi tempat bagi pelajar, tetapi juga jembatan bagi pemuda desa untuk berkontribusi lebih luas.
Dalam pemberdayaan masyarakat, IPM dapat memfasilitasi kegiatan bersama tokoh agama, aparat desa, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Sinergi ini akan memperkuat peran IPM sebagai organisasi yang menjawab kebutuhan masyarakat secara holistik.
Kegiatan seperti pelatihan keterampilan, seminar kewirausahaan, atau pengembangan usaha kecil dapat membantu pemuda desa memiliki keterampilan yang relevan dengan pasar kerja.
Dengan demikian, IPM di desa tidak hanya menjadi tempat belajar bagi pelajar, tetapi juga wadah pemberdayaan pemuda untuk mengembangkan diri dan membangun masyarakat.
IPM di ranah desa tetap relevan, bahkan bagi mereka yang telah tamat SMA atau kuliah. Keberadaan anggota senior menjadi nilai tambah dalam menjalankan peran organisasi. Dengan sinergi antara anggota muda dan senior, IPM dapat berkontribusi signifikan dalam pembangunan desa.
Sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, IPM memiliki potensi besar untuk terus berkembang sesuai kebutuhan zaman.
Dengan komitmen bersama, IPM dapat menjadi organisasi yang relevan dan bermanfaat. Baik bagi pelajar, mahasiswa, maupun lulusan perguruan tinggi, dalam membangun desa yang lebih maju dan berdaya saing.
Penulis Muhammad Khoirun Nizam Editor Zahra Putri Pratiwig