Ilustrasi Kiai Dahlan menyantuni anak miskin, foto: Muhammadiyah
Ilhamsyah Muhammad Nurdin – Mahasiswa Magister Psikologi UAD & Kader Muhammadiyah Lembata, NTT
PWMU.CO – Di tengah arus perkembangan zaman yang pesat, banyak kelompok yang terpinggirkan dalam masyarakat, terutama kelompok mustadfiin. Istilah ini merujuk pada mereka yang terabaikan dan tidak mendapat perhatian memadai. Ironisnya, dalam banyak kasus, mereka dianggap sepele, bahkan tidak penting, meskipun sebenarnya mereka adalah bagian integral dari masyarakat yang perlu diperhatikan dan dibebaskan dari belenggu ketidakadilan. Dalam tulisan ini, kita akan membahas cara melihat kelompok mustadfiin dengan lebih kritis dan menyeluruh, serta bagaimana Muhammadiyah sebagai organisasi besar dapat memposisikan diri untuk menyelesaikan masalah ini.
Kelompok mustadfiin sering kali mencakup mereka yang hidup dalam kemiskinan, terpinggirkan secara sosial, atau memiliki keterbatasan dalam akses terhadap pendidikan dan layanan dasar. Mereka bisa berupa penganggur, anak jalanan, penyandang disabilitas, dan bahkan komunitas yang terasing karena stigma sosial. Sayangnya, dalam pandangan masyarakat umum, mereka sering kali dianggap sebagai “orang kecil” yang tidak layak diperhatikan.
Namun, perlu disadari bahwa pengabaian terhadap kelompok ini berimplikasi besar bagi pembangunan masyarakat secara keseluruhan. Ketika mereka tidak mendapatkan perhatian, potensi mereka yang sebenarnya untuk berkontribusi pada masyarakat menjadi hilang. Oleh karena itu, penting untuk mengubah perspektif kita dan mulai melihat mereka bukan sebagai beban, tetapi sebagai aset yang berharga. Mengangkat suara dan memperjuangkan hak-hak mereka adalah langkah penting untuk memulihkan martabat dan memberdayakan kelompok ini.
Dinamika Psikologi yang Akut
Dinamika psikologi yang mengakibatkan pengabaian kelompok mustadfiin bisa sangat kompleks. Banyak faktor yang berperan, mulai dari ketidakadilan sosial, diskriminasi, hingga pengaruh lingkungan. Stigma yang melekat pada kelompok ini sering kali menyebabkan mereka merasa terasing dan tidak berdaya. Hal ini menciptakan siklus ketidakberdayaan yang sulit diputus.
Sebagai contoh, seorang anak jalanan yang tidak mendapatkan akses pendidikan mungkin merasa bahwa impian untuk memiliki masa depan yang lebih baik sudah tertutup. Ketidakpastian ini membuat mereka enggan untuk berjuang, sehingga mereka tetap terjebak dalam keadaan yang sulit. Di sinilah peran organisasi seperti Muhammadiyah sangat penting. Dengan pendekatan yang tepat, Muhammadiyah dapat membantu memutus siklus tersebut dan memberikan harapan baru bagi mereka.
Posisi Muhammadiyah dalam Menyelesaikan Masalah
Sebagai organisasi yang mengusung misi sosial dan pendidikan, Muhammadiyah memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan kelompok mustadfiin. Dalam sejarahnya, Muhammadiyah telah berupaya memberikan bantuan kepada masyarakat yang kurang beruntung melalui berbagai program sosial, pendidikan, dan kesehatan. Namun, apakah upaya tersebut cukup?
Dalam konteks Milad Muhammadiyah ke-112, saatnya kita merenungkan kembali kontribusi dan visi Muhammadiyah dalam memajukan masyarakat, terutama bagi kelompok mustadfiin. Apakah selama ini program-program yang dilaksanakan benar-benar menyentuh kebutuhan kelompok mustadfiin? Apakah terdapat evaluasi dan umpan balik dari mereka yang terlibat? Refleksi semacam ini sangat penting untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan tidak hanya bersifat sementara, tetapi juga memberikan dampak jangka panjang.
Auto Kritik terhadap Muhammadiyah
Kritik terhadap Muhammadiyah harus datang dari dalam, dan inilah yang sering kali sulit dilakukan. Meski banyak prestasi yang diraih, Muhammadiyah harus mampu melihat kekurangan yang ada. Salah satunya adalah kurangnya visibilitas dan perhatian terhadap kelompok mustadfiin di lingkungan sekitarnya. Program-program yang ada mungkin belum sepenuhnya menjangkau mereka yang paling membutuhkan.
Oleh karena itu, langkah awal yang perlu diambil adalah mendengarkan suara kelompok ini. Mengadakan forum diskusi, mendengarkan kebutuhan mereka, dan melibatkan mereka dalam perumusan kebijakan adalah langkah penting yang perlu dilakukan. Pendekatan ini tidak hanya menciptakan rasa kepemilikan di antara kelompok mustadfiin, tetapi juga memberikan mereka kesempatan untuk berkontribusi dalam menentukan masa depan mereka sendiri.
Membangun Kesadaran Kolektif
Akhirnya, penting bagi kita untuk menyadari bahwa melihat kelompok mustadfiin dengan cara yang lebih kritis adalah langkah awal untuk membawa perubahan. Dengan menyadari keberadaan mereka dan memahami dinamika psikologi yang mengelilingi mereka, kita bisa mulai membangun kesadaran kolektif. Muhammadiyah sebagai organisasi yang memiliki potensi besar harus berperan aktif dalam upaya ini. Dalam semangat Milad Muhammadiyah ke-112, mari kita teguhkan komitmen untuk tidak hanya membantu membebaskan kelompok mustadfiin, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat.
Mari kita ubah cara pandang kita terhadap kelompok mustadfiin. Mereka bukan sekadar statistik atau kelompok yang terabaikan, tetapi adalah manusia dengan potensi dan harapan yang harus diperjuangkan. Dengan kesadaran dan tindakan yang tepat, kita semua bisa berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Dengan langkah-langkah konkret, Muhammadiyah dapat menjadi garda terdepan dalam mengangkat martabat kelompok mustadfiin, menginspirasi generasi berikutnya untuk tidak hanya melihat, tetapi juga bertindak dalam mewujudkan keadilan sosial. Di hari Milad ini, mari kita sama-sama berkomitmen untuk mengangkat suara mereka dan memastikan bahwa tidak ada lagi yang terpinggirkan dalam perjalanan kita menuju masyarakat yang lebih baik.
Editor Teguh Imami