Oleh: Febri Alfatah
PWMU.CO – “Lagu religi jadi bahan guyonan? Gila sih,” tulis akun @masal2814 di TikTok.
“Datang konser cuma buat joget-joget, miris,” tambah akun @kilaa_14e.
Fenomena konser musik religi di kalangan generasi muda saat ini menjadi sorotan yang menarik. Banyak netizen memberikan tanggapannya di media sosial, seperti yang ditulis oleh akun @masal2814 yang menilai bahwa lagu-lagu religi kini menjadi bahan guyonan, dan @kilaa_14e yang merasa miris melihat orang-orang datang ke konser hanya untuk joget tanpa memahami makna liriknya.
Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran dalam tujuan kehadiran mereka di konser-konser religi tersebut. Di satu sisi, musik religi dapat berfungsi sebagai jembatan untuk mendekatkan agama kepada generasi muda. Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran tentang pemahaman yang dangkal dan sikap yang tidak semestinya terhadap pesan-pesan keagamaan yang terkandung di dalamnya.
Konser musik religi memang menawarkan hiburan yang menarik bagi generasi muda, namun dewasa ini penting untuk mempertanyakan tujuan utama dari kehadiran mereka dalam konser tersebut. Apakah mereka benar-benar memahami pesan-pesan keagamaan yang disampaikan atau hanya sekadar mengikuti tren?.
Pertanyaan ini mengajak kita untuk merenungkan peran agama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk.
Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang memiliki peran penting dalam menjawab tantangan ini. Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah telah berkomitmen untuk melakukan gerakan pencerahan, yaitu sebuah upaya untuk memberikan pemahaman yang benar tentang Islam dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam menghadapi tantangan zaman, Muhammadiyah memiliki potensi besar untuk merangkul generasi muda yang haus akan pengalaman religius yang autentik.
Salah satu cara inovatifnya adalah dengan menciptakan platform digital interaktif yang menyajikan konten-konten kreatif seperti musik, animasi, dan game edukatif. Platform ini bisa menjadi ruang bagi generasi muda untuk berdiskusi, berbagi pengalaman, dan menemukan makna dalam ajaran Islam.
Selain itu, Muhammadiyah juga dapat meluncurkan gerakan “Youth Influencer for Islam” yang melibatkan tokoh-tokoh muda inspiratif dari kalangan artis atau selebgram untuk menyebarkan pesan-pesan positif tentang Islam melalui media sosial. Dengan cara ini, nilai-nilai agama dapat disampaikan dengan cara yang lebih menarik dan relevan bagi generasi muda.
Tema Milad Muhammadiyah ke-112, yaitu “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua,” sangat relevan dengan fenomena yang terjadi. Dewasa ini, kemakmuran bukan hanya berbicara tentang materi namun juga mencakup kemakmuran spiritual.
Muhammadiyah dapat berkontribusi dalam menghadirkan kemakmuran spiritual bagi generasi muda dengan memberikan pemahaman yang benar tentang agama dan mendorong mereka untuk mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomena konser musik religi mencerminkan kompleksitas kehidupan generasi muda saat ini. Mereka mencari hiburan dan identitas, namun juga membutuhkan bimbingan untuk memahami agama dengan benar.
Melalui berbagai upaya inovatif yang telah disebutkan, Muhammadiyah dapat menjadi pelopor dalam menghadirkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin serta berkontribusi dalam membangun Indonesia yang berkemajuan.
Lirik dari mars Muhammadiyah yang berjudul “Sang Surya,” terutama pada bagian “Di timur fajar cerah gemerlapan, mengusik kabut hitam, menggugah kaum muslimin, tinggalkan peraduan,” dapat dihubungkan dengan tantangan yang dihadapi generasi muda saat ini. Seperti fajar yang cerah menggugah semangat baru, Muhammadiyah berperan sebagai pendorong bagi generasi muda untuk meninggalkan kegelapan, ketidaktahuan dan memahami agama dengan lebih mendalam.