112 Tahun Muhammadiyah dan Tantangan Dunia Baru oleh Diko Ahmad Riza Primadi
PWMU.CO – Tahun ini, berdasarkan penanggalan Masehi, Muhammadiyah genap berusia 112 tahun pada 18 November 2024.
Angka 112 tahun bukan sekedar menunjukkan waktu, tapi juga menyibak dimensi lain yang lebih luas dan inti.
Tentang perjuangan, pengabdian, pengorbanan, dedikasi, hingga kontribusi tiada henti kepada masyarakat, umat dan bangsa.
Bagi Muhammadiyah, bukan perkara mudah untuk bisa sampai di usia 112 tahun. Banyak tantangan, cobaan, hambatan menyertai perjalanan panjang organisasi Islam modern itu, khususnya terhadap tokoh-tokohnya.
Seperti dijauhi, mendapat perlakuan diskriminatif, hingga persekusi yang mengancam keselamatan jiwa, menjadi rekam jejak yang membulatkan tekad dakwah pencerahan kepada Ibu Pertiwi.
Dengan semangat luar biasa menebar manfaat seluas-luasnya, banyak hal telah ditorehkan dengan tinta emas.
Memasuki awal abad kedua, Muhammadiyah sukses dengan pembangunan amal usaha fisik, seperti sekolah (5.354), pondok pesantren (440), perguruan tinggi (172), klinik (231), rumah sakit (122 plus 20 RS dalam proses pembangunan), amal usaha sosial (1.012), aset wakaf yang ada di 20.465 titik lokasi, dan masih banyak lagi lainnya.
Capaian ini sungguh sangat menakjubkan dan sekaligus menggembirakan.
AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) pun bertebaran dan dikenal di mana-mana. Seperti jamur di musim hujan. Sampai pada akhirnya Muhammadiyah dilabeli sebagai ormas Islam terkaya yang memiliki aset triliunan.
Siapa pun yang mendengar kabar ini tentu akan kagum dan tak jarang memberikan apresiasi diselingi dengan kalimat, “Kok bisa yaa Muhammadiyah sekaya itu.”
Namun bukan itu yang ingin saya tekankan dalam tulisan ini. Bukan juga tentang kejayaan kita di abad pertama. Bukan tentang jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah yang luar biasa.
Bukan tentang gedung-gedung megah yang telah berdiri di mana-mana. Dan bukan tentang Rumah Sakit Muhammadiyah yang unggul dan menjadi pusat rujukan kapan saja.
Jika hanya ini yang terus digaungkan, penulis khawatir para pimpinan di seluruh tingkatan dan segenap warga persyarikatan akan semakin tertidur lelap.
Menikmati buah kebesaran dan kemegahan yang bijinya ditanam oleh para pendahulu jauh di masa lampau. Seperti yang kita lihat sekarang.
Perhatian yang terlalu dominan pada aspek yang sudah mapan ini seakan membuat kita lupa akan tantangan baru yang sebetulnya memerlukan respon cepat; teknologi dan Artificial Intelligence (AI). Kedua aspek ini masih sering luput dari perhatian.
Mungkin secara personal sudah banyak kader Muhammadiyah yang menekuni bidang ini dan menghasilkan karya luar biasa.
Namun secara kelembagaan, bisa jadi Muhammadiyah belum belum siap dengan dunia baru ini. Indikator paling sederhananya dapat dilihat dari mesin pencarian Google.
Masih sangat minimnya informasi terkait peran Muhammadiyah di sektor teknologi dan kecerdasan buatan. Pemberitaan kita masih didominasi oleh sektor pendidikan dan sosial.
Dengan segala kekuarangan dan kelebihannya, kita patut bersyukur. Pelan tapi pasti, secara kelembagaan Muhammadiyah mulai aware akan peran penting teknologi dan kecerdasan buatan dalam mendorong percepatan di berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang-bidang yang telah menjadi konsen Muhammadiyah sejak lama.
Terobosan Muhammadiyah di sektor teknologi sejatinya sudah dimulai pada tanggal 19 Desember 2023. Saat itu Muhammadiyah meluncurkan MASA (Muhammadiyah Super App), sebuah aplikasi revolusioner yang menyediakan berbagai fitur untuk mempermudah umat Islam dalam melakukan ibadah.
Aplikasi ini mendapat apresiasi karena 100 persen diproduksi oleh LabMu, sebuah Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) yang fokus pada pengembangan dan produksi sofware untuk memenuhi berbagai kebutuhan Muhammadiyah.
Berbeda nasib dengan LabMu dengan aplikasi MASA-nya. Saat Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta tahun 2022, muncul dorongan dari peserta Muktamar agar Muhammadiyah membuat aplikasi seperti Gojek dan Greb.
Pasalnya pada waktu itu mobilitas peserta Muktamar sangat tinggi. Antara penginapan dengan arena Muktamar berjarak cukup jauh. Sehingga aplikasi jasa transportasi seperti Gojek (yang sahamnya milik Muhammadiyah) sangat dibutukan untuk mubilitas peserta Muktamar.
Dan dalam pemikiran yang lebih luas, aplikasi ini dapat dikomesialisasikan guna mendorong sektor ekonomi persyarikatan.
Namun sayang, hingga saat ini aplikasi yang diharapkan belum tersedia di playstore. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi Muhammadiyah.
Di sektor teknologi dan kecerdasan buatan, rasanya-rasanya Muhammadiyah perlu menginvestasikan waktu, perhatian, dan dana yang lebih besar. Seiring dengan belum berhasilnya Muhammadiyah memiliki aplikasi setara Gojek yang dulu pernah didamba-dambakan.
Memasuki abad keduanya, di usia 112 tahun ini, Muhammadiyah tak perlu lagi setengah-setengah untuk merespon tantangan teknologi dan kecerdasan buatan. Tidak takut untuk merangsek masuk ke dunia baru yang lebih menantang.
Dunia yang membutuhkan skill tingkat tinggi dan keseriusan. Apakah Muhammadiyah mampu berselancar di dunia baru ini.
Saya yakin Muhammadiyah bisa melakukannya, asal dengan niat yang kuat demi menghadirkan kemakmuran untuk semua. (*)
Editor Syahroni Nur Wachid