Oleh: Ichsan Yunianto Nuansa Putra
PWMU.CO – Milad ke-112 Muhammadiyah menyuguhkan tema konstruktif bertajuk ‘Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua’. Tajuk tersebut menjadi sumbu pemikiran salah satu organisasi Islam besar di Indonesia tentang keadaan disparitas yang masih menghantui. Muhammadiyah lewat tindakan strategisnya mengambil inisiatif dalam program-program kemanusiaan yang berlanjut pada sinergisitas kepada pemerintah, keberpihakan untuk masyarakat, dan tindakan kebenaran.
Kerap menjadi pertanyaan, apa khitah yang meneladani Muhammadiyah sehingga terus berkontribusi dalam upaya gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar? Merujuk pada tema milad ke-112 Muhammadiyah ini seakan menjelaskan bahwa pentingnya keistikamahan dalam komitmennya memperjuangkan kesejahteraan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat, artinya dimensi sosial bagian dari keutamaan Muhammadiyah.
Dilansir pada laman krjogja.com (12/10/2024), Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr KH Haedar Nashir MSi, yang juga tokoh muslim terkemuka di beragam bidang kembali terpilih sebagai salah satu dari The World‘s 500 Most Influential Muslims 2025.
Sejak menjabat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah pada tahun 2015, Haedar Nashir telah berfokus pada pengembangan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang berkualitas dan inklusif. Di bawah kepemimpinannya, Muhammadiyah tidak hanya diakui secara nasional tetapi juga global, salah satunya melalui penganugerahan Zayed Award 2024 pada Februari lalu itu.
Muhammadiyah terus mengembangkan berbagai inisiatif sosial, termasuk pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi. Organisasi ini menekankan pentingnya integrasi sosial, terutama di wilayah timur Indonesia, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, di mana mayoritas penduduknya beragama non muslim. Muhammadiyah telah mendirikan empat universitas di Papua dan dua di NTT, dengan tujuan menciptakan lembaga-lembaga yang inklusif.
Muhammadiyah juga aktif dalam menyelesaikan konflik di berbagai belahan dunia. Dari penyelesaian konflik di Filipina bagian selatan hingga Thailand, sampai pada program kemanusiaan di Rohingya dan Cox’s Bazar, Haedar Nashir menggarisbawahi pentingnya rasa kemanusiaan yang universal.
Salah satu upaya di atas menjawab pertanyaan tentang apa khitah Muhammadiyah untuk mewujudkan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Tantangan zaman semakin tajam dan perlunya sinergi yang membangun. Bentuk kerja keras Muhammadiyah di era ini khususnya pencapaian luar biasa dalam pembahasan di atas menjadi cerminan ulang bahwa KH A Dahlan sang pelopor Muhammadiyah juga melakukan hal serupa di masa silam.
Hadjid (2021:85) menerangkan bahwa pada surat at-Taubah ayat 34-35 pernah menggoncangkan hati KH A Dahlan sehingga dapat mengadakan perubahan besar dalam hatinya. Buku yang berjudul ‘Pelajaran Kiai Haji Ahmad Dahlan’ terbitan Suara Muhammadiyah tersebut memberikan kilasan balik tentang kewajiban para ulama dan pemimpin Islam untuk memperhatikan soal sosial (kemakmuran rakyat). Kemakmuran yang dapat disemaikan adalah bentuk merasakan kenikmatan dari Allah Swt serta menghilangkan semua kezaliman hingga tidak ada lagi penindasan-penindasan.
KH A Dahlan mencemaskan suatu hal yang mengerikan apabila ritme sosial yang dimiliki masyarakat kurang sehat dan jika dibiarkan akan terjadi disparitas moral. Hal itulah yang harus dibaca oleh generasi berikutnya karena dalam perjalanannya Muhammadiyah dengan pencapaian-pencapaian itu akan terus mempertahankan dan meningkatkan masyarakat yang berkemajuan. Musabab sosial memiliki tantangan-tantangan yang sangat kompleks, sehingga kelahiran amal usaha seperti pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan untuk berkelanjutan dalam bidang ekonomi juga tetap diprioritaskan kepada masyarakat.
Kehadiran Muhammadiyah jika dilukiskan tidak sekadar gerakan namun wujud dari kesadaran. Kesadaran nyata bahwa Allah Swt telah mengadakan masa (waktu) dan arah untuk mencapai segala maksud. Segala keadaaan yang dimaksudkan itu ialah dimensi sosial untuk memperbaiki keadaan diri, berlanjut keadaan sekitar dengan memperbaiki masyarakat, lalu bertransformasi pada budaya berkemajuan. Budaya konstruktif tersebut menjadi lukisan untuk dapat mendeskripsikan kemakmuran yang sejati dan di sanalah Muhammadiyah selalu berikhtiar untuk mengawalnya. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah