Oleh: Sekar Arum Inggil Rizky Saputri
PWMU.CO – Dunia terkejut ketika ChatGPT diluncurkan pada November 2022. Revolusi kecerdasan buatan (AI) yang sebelumnya hanya menjadi wacana teoritis kini hadir sebagai kenyataan. Perubahan ini bukan sekadar riak kecil dalam lautan teknologi, melainkan tsunami digital yang mengubah cara pandang manusia terhadap organisasi, termasuk dalam ranah keagamaan.
Sebagai Gerakan Islam Berkemajuan dengan jaringan amal usaha yang luas, seperti sekolah dan rumah sakit, Muhammadiyah memiliki potensi besar untuk mengintegrasikan teknologi digital dan AI. Namun, kenyataan di lapangan masih memprihatinkan. Ketua Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal Muhammadiyah, Didik Suhardi, menyoroti perlunya transformasi digital dalam pendidikan Muhammadiyah agar mampu bersaing di era Revolusi Industri 4.0.
Ketertinggalan ini disayangkan, mengingat potensi besar yang bisa dimanfaatkan. Penerapan kecerdasan buatan di sektor pendidikan dan kesehatan, misalnya, dapat memberikan dampak signifikan. Penelitian MIT Technology Review menunjukkan bahwa AI dapat meningkatkan akurasi diagnosis hingga 80% di sektor kesehatan dan menurunkan biaya operasional hingga 40%. Sementara itu, di bidang pendidikan, AI mampu membuat pembelajaran lebih interaktif dan membantu siswa memahami materi dengan lebih baik.
Jika dimanfaatkan secara optimal, AI dapat meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan Muhammadiyah, menjadikannya lebih efisien dan terjangkau. Sayangnya, implementasi teknologi ini belum maksimal.
Hambatan Adaptasi Teknologi
Salah satu kendala terbesar Muhammadiyah dalam mengadopsi teknologi adalah struktur organisasinya yang cenderung birokratis. Proses pengambilan keputusan yang lambat dan terpusat membuat adopsi teknologi berjalan lambat. Meskipun banyak rumah sakit Muhammadiyah telah menggunakan teknologi medis modern, sistem manajerial yang tradisional menghambat optimalisasi teknologi.
Di era serba cepat ini, kemampuan untuk beradaptasi dengan teknologi menjadi kunci agar organisasi tetap relevan. Struktur yang kaku menjadi tantangan besar, terutama karena teknologi seperti AI kini merupakan kebutuhan, bukan lagi pilihan.
Langkah Strategis Muhammadiyah
Untuk menghadapi revolusi kecerdasan buatan, Muhammadiyah perlu melakukan langkah strategis berikut:
Pembaruan Kurikulum Pendidikan untuk Integrasi AI dengan Nilai Islam
Kurikulum pendidikan Muhammadiyah harus segera disesuaikan dengan perkembangan teknologi, terutama kecerdasan buatan. Pembaruan ini harus dimulai sejak pendidikan dasar, namun tetap menjaga keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam.
Pendidikan berbasis AI bukan hanya soal penguasaan teknologi, tetapi juga tentang bagaimana menggunakan teknologi secara bijak sesuai prinsip Islam. Dengan menggabungkan teknologi dan nilai-nilai Islam, Muhammadiyah dapat mencetak generasi muda yang cerdas, berakhlak, dan mampu membawa perubahan positif.
Pembentukan Muhammadiyah Digital Hub sebagai Pusat Inovasi dan Riset AI
Muhammadiyah perlu membentuk pusat inovasi digital, Muhammadiyah Digital Hub, untuk riset dan pengembangan teknologi berbasis AI. Pusat ini harus menjadi ekosistem yang menghubungkan lembaga pendidikan, rumah sakit, dan amal usaha Muhammadiyah lainnya.
Digital Hub ini dapat mempercepat kolaborasi antara akademisi, pengusaha, dan pengambil kebijakan dalam menciptakan solusi berbasis teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Pembentukan Dana Abadi untuk Inovasi Digital
Untuk memastikan keberlanjutan transformasi digital, Muhammadiyah harus menetapkan dana abadi yang khusus dialokasikan untuk pengembangan teknologi AI. Minimal 10% dari surplus amal usaha Muhammadiyah perlu dialokasikan untuk riset dan pengembangan teknologi ini.
Revitalisasi Kepemimpinan dan Literasi Teknologi
Kepemimpinan Muhammadiyah harus dibekali literasi teknologi, terutama di bidang kecerdasan buatan. Pemimpin yang tidak memahami teknologi akan sulit mengambil keputusan yang tepat dalam menghadapi tantangan digitalisasi. Oleh karena itu, pelatihan literasi teknologi harus menjadi prioritas bagi pimpinan Muhammadiyah di semua tingkatan.
Kesimpulan
Muhammadiyah harus segera beradaptasi dengan revolusi kecerdasan buatan agar tetap relevan di tengah perkembangan zaman. Lebih dari itu, transformasi digital yang dilakukan harus tetap selaras dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, yang menekankan keadilan, kebijaksanaan, dan kemaslahatan umat.
Dengan langkah strategis yang tepat, Muhammadiyah tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga dapat menjadi pelopor dalam memanfaatkan teknologi AI untuk menciptakan perubahan yang positif bagi masyarakat luas. Transformasi ini akan memperkuat posisi Muhammadiyah sebagai organisasi yang berkemajuan dan unggul di masa depan. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah