Oleh: Musyrifah
PWMU.CO – Dalam Persyarikatan Muhammadiyah, laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan dan peran yang sama dalam menggerakkan dan memajukan masyarakat, tidak ada ketidaksetaraan gender.
Berbicara tentang sosok perempuan tidak akan ada habisnya, karena perempuan sudah menjadi bagian penting dunia.
Kita tentu ingat dan sejarah juga telah mencatat, pejuang-pejuang perempuan sampai berdarah-darah memperjuangkan gagasan tentang emansipasi wanita, salah satunya adalah RA. Kartini. Nama yang harum mewangi sepanjang sejarah Indonesia, tak lekang dimakan zaman. Ia tak sekadar tokoh emansipasi wanita tetapi pejuang pembongkar belenggu ketidaksetaraan.
Sejarah juga mencatat tokoh perempuan lainnya yaitu Nyai Siti Walidah, istri KH Ahmad Dahlan. Beliau juga seorang tokoh emansipasi perempuan. Tokoh yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan untuk perempuan melalui gagasan dan aksi. Mulai dari memberikan pencerahan pendidikan, keagamaan, menolong anak-anak yatim, serta menanamkan sifat nasionalisme kebangsaan dalam upaya mengambil peran pergerakan nasional pada perempuan.
Selain kedua tokoh di atas masih banyak lagi tokoh-tokoh nasional yang telah berjuang mengangkat derajat perempuan agar tidak dianggap sebagai sosok yang lemah dan tidak berdaya, melainkan dianggap sebagai sosok yang diperhitungkan.
Dalam gerakan pencerahannya, Muhammadiyah terus bergerak dalam mengemban misi dakwah dan tajdid untuk menghadirkan ajaran agama Islam sebagai ajaran yang mengembangkan sikap tengahan (wasathiyah), membangun perdamaian, menghargai kemajemukan, menghormati harkat dan martabat laki-laki maupun perempuan dalam mencerdaskan kehidupan.
Aksi nyata organisasi perempuan ‘Aisyiyah dalam memberdayakan perempuan salah satunya dalam pendidikan bahkan sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Saat itu, perempuan sudah dapat merasakan pendidikan yang tinggi sama dengan kaum laki-laki. Melihat hal tersebut, maka persyarikatan Muhammadiyah perlu dan penting menghadirkan perempuan dalam misi gerakan pencerahannya dalam beberapa bidang, seperti pendidikan, sosial politik, ekonomi dan lain sebagainya.
Perempuan menjadi kekuatan walau tidak dominan dalam pergerakannya. Bahkan ada gerakan yang dipimpin oleh perempuan. Kemampuan managerial perempuan tidak bisa dianggap sebelah mata, justru mereka harus diberi ruang agar bisa mengepakkan sayap agar setara dengan kaum laki-laki.
Selain itu, hal yang tidak bisa kita hindari adalah saat ini, banyak amal usaha yang pemimpinnya adalah kaum perempuan, padahal persyarikatan itu milik Muhammadiyah. Itu artinya, Muhammadiyah benar-benar memberi ruang pada perempuan untuk turut andil dalam kepemimpinan pada amal usaha Muhammadiyah.
Menyikapi hal tersebut, juga jangan membuat semua perempuan merasa di atas laki-laki dan merasa mampu menguasai, tetapi justru anggaplah ini sebagai ruang untuk berdiskusi mengenai cara agar kesetaraan gender bisa dibangun sehingga mampu mewujudkan rasa keadilan dan kesetaraan. Bahkan Muhammadiyah juga memberi ruang pada perempuan untuk memilih kesempatan beramar ma’ruf nahi munkar.
Muhammadiyah mendorong perempuan memberdayakan diri dan mendorong untuk melakukan inovasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maka dari itu, Muhammadiyah sangat bersuka cita dalam perjuangannya dengan sosok perempuan-perempuan tangguh yang berani berjuang.
Perempuan yang berkemajuan bukan perempuan yang terbelakang atau suka di belakang, tetapi perempuan yang menyuarakan hak-hak keadilan kaumnya dan memperjuangkan nasib rakyatnya.
Perempuan berkemajuan mempunyai peran penting dalam pergerakan pencerahan Muhammadiyah, baik di tingkat elit maupun akar rumput, peran tersebut antara lain:
1. Memberdayakan Perempuan.
Organisasi ‘Aisyiyah adalah organisasi yang besar. Kiprahnya di bidang pendidikan, tak diragukan lagi yaitu dengan mendirikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Selain itu, pemberdayaan ekonomi juga mendorong ‘Aisyiyah memberdayakan perempuan secara ekonomi dengan mendirikan Bina Usaha Ekonomi Keluarga ‘Aisyiyah (BUEKA), Koperasi dan Sekolah Wirausaha ‘Aisyiyah. Dengan kekuatan ghirrah yang dimiliki ‘Aisyiyah ini, maka Muhammadiyah akan terus berdiri kokoh bersama semangat amar ma’ruf nahi munkar.
2. Memperkuat Kesetaraan Gender dalam Dakwah
Muhammadiyah sangat mendorong kesetaraan dalam hal kesempatan dan peran. Sesuai apa yang disampaikan Ketua PP ‘Aisyiyah Dr Apt Salmah Orbayinah MKes.
Menurutnya dalam bidang dakwah, perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam beramar ma’ruf, sekaligus menjadi mujadid dengan potensi yang dimiliki. Dia juga mendorong kelompok perempuan untuk melakukan inovasi dan mengembangkan ilmu pengetahuan, mengakses literasi digital untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa perempuan berkemajuan sangat kuat pengaruhnya untuk masifnya pergerakan persyarikatan Muhammadiyah. Perempuan berkemajuan yang cerdas bisa membawa dampak perubahan yang signifikan baik di bidang pendidikan, ekonomi, sosial budaya atau politik.
Pergerakan ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan dituntut untuk melakukan revitalisasi, baik dalam pemikiran maupun orientasi praktis yang mana gerakannya mengarah pada pembebasan, pencerahan dan pemberdayaan untuk menuju ke sebuah kemajuan.
Semoga perempuan-perempuan di Indonesia adalah perempuan yang berkemajuan, tangguh dan kuat untuk membangun negeri ini. Semoga juga para perempuan di Indonesia kuat mental berdiri tegak di atas kaki yang kokoh untuk memperbaiki negeri ini menjadi negeri yang Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghofuur, aamiin. (*)
Editor Ni’matul Faizah