Penulis M Ainul Yaqin Ahsan MPd – Anggota MTT PDM Lamongan
PWMU.CO – Di tengah gelapnya malam, saat sebagian besar manusia terlelap dalam mimpi, ada sedikit insan yang dengan kesadaran diri bangun dari peraduan. Mereka adalah para guru—pahlawan tanpa tanda jasa—yang berselimut kesunyian melantunkan doa-doa di akhir malam.
Melalui perantara shalat tahajud dan dilanjutkan melantunkan doa harapan pada Sang Khaliq, mereka memohon kekuatan untuk tetap teguh mengemban tugas mulia. Namun, kenyataan kehidupan mereka sering kali jauh dari apa yang seharusnya mereka terima sebagai penghargaan atas peran sentralnya di dunia pendidikan.
Beban yang Terus Mencekik
Saat ini profesi guru di Indonesia menghadapi tantangan yang begitu berat. Mereka disibukkan dengan beban administrasi yang menumpuk, dan sering kali tidak relevan dengan tugas utama mereka sebagai pendidik. Alih-alih menghabiskan waktu untuk merancang metode pengajaran kreatif, banyak guru justru sibuk mengisi berbagai laporan yang berulang.
Di sisi lain, kesejahteraan guru — utamanya guru honorer — kondisinya masih memprihatinkan. Seringkali seorang guru honorer terpaksa bekerja paruh waktu sebagai petani atau nelayan demi mencukupi kebutuhan keluarga. Sebagian yang lain terlebih dulu mencari (mengail) ikan di Sungai sebelum berangkat ke sekolah. Resikonya, menjadi terlambat untuk sampai disekolah. Dan otomatis berbuah teguran dari kepala sekolah.
Data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menunjukkan bahwa pada 2023, lebih dari 70% guru honorer masih menerima gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Rata-rata pendapatan bulanan mereka berkisar antara Rp300.000 hingga Rp1.000.000. Hal inilah yang membuat mereka kehilangan fokus dalam mendidik siswa. Pikiran mereka harus berbagi waktu dan tenaga untuk pekerjaan lain demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga.
Guru yang kian tergerus
Dulu siswa memiliki rasa penuh hormat kepada guru. Ketegasan seorang guru merupakan bagian dari upaya mendidik siswa menjadi individu yang berkarakter. Kini sikap tegas guru yang bertujuan baik, justru disalahartikan sebagai tindak kekerasan yang berujung kriminalisasi.
Misalnya, teguran seorang guru kepada siswa untuk shalat berjamaah dianggap sebagai tindakan yang “melanggar hak anak”. Salah kaprah dalam memahami Undang-Undang Perlindungan Anak sering mendiskriminasi dan mengkriminalisasi guru. Wali siswa kemudian semena-mena membentak guru dengan dalih mereka telah membayar SPP ke pihak sekolah.
Fenomena ini menjadi hal yang sangat kekhawatiran bagi insan pendidik. Saking prihatinnya, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka bahkan mengusulkan agar ada Undang-Undang Perlindungan Guru untuk memastikan agar guru tidak kehilangan otoritasnya dalam mendidik dengan tegas tetapi tetap bijak.
Doa di penghujung malam (bentuk keteguhan hati)
Di tengah segala keterbatasan, guru tetap menunjukkan pengabdian yang luar biasa. Ketika harapan kepada manusia tidak memberikan hasil, mereka beralih kepada Allah di akhir malam. Shalat tahajud menjadi tempat mereka mencurahkan keluh kesah, memohon kekuatan, dan mendoakan keberhasilan murid-murid mereka.
Doa di akhir malam adalah munajat dalam keheningan. Mereka tidak hanya meminta kesejahteraan bagi dirinya, tetapi juga untuk keberhasilan generasi yang dididiknya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an,
وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Dan pada sebagian malam, bertahajudlah sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra: 79).
Membangun masa depan guru yang lebih baik
Untuk mengatasi masalah guru tersebut, diperlukan langkah-langkah konkrit berikut , diantara :
1. Peningkatan kesejahteraan guru
Pemerintah harus memastikan bahwa gaji guru, terutama guru honorer, sesuai dengan kebutuhan hidup layak. Optimalisasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN untuk mendukung peningkatan kesejahteraan guru.
2. Penyederhanaan beban administrasi
Digitalisasi administrasi dapat menjadi solusi untuk mengurangi tumpukan pekerjaan non-pengajaran. Sistem seperti Dapodik perlu disempurnakan agar lebih efisien dan tidak membebani guru.
3. Perlindungan hukum bagi guru
Usulan Wakil Presiden tentang Undang-Undang Perlindungan Guru patut mendapatkan dukungan. Adanya payung hukum yang jelas, guru dapat mendidik siswanya dengan baik tanpa ada rasa takut dikriminalisasi.
4. Edukasi kepada orangtua siswa
Kesadaran orangtua/wali tentang peran dan tanggung jawab guru perlu ditingkatkan. Orang tua harus memahami bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama, bukan semata-mata tugas guru.
“Doa Guru di Akhir Malam” merupakan aktualisasi dari keteguhan hati dan keikhlasan seorang pendidik dalam menjalani tugasnya di tengah keterbatasan. Meski terhimpit beban administrasi, kurangnya kesejahteraan, dan tantangan sosial, guru tetap menjadi pilar penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, tidak cukup hanya mengandalkan ketulusan mereka. Perubahan nyata dalam sistem pendidikan dan dukungan penuh pemerintah serta masyarakat sangat diperlukan. Dengan begitu, doa-doa mereka di akhir malam dapat terkabulkan, tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk generasi yang lebih baik di masa depan. Semoga Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru ini, setiap jejak langkah yang dilalui guru dapat meninggalkan kebaikan yang abadi.
Editor Notonegoro