Tanwir Special: Sejarah Pulau Timor dan Perebutan Dua Takhta
PWMU.CO – Dalam rangka memperingati Milad dan Tanwir ke-112 Muhammadiyah yang akan berlangsung di Kupang pada Rabu-Jumat (4-6/12/2024), menarik untuk menelusuri sejarah lokasi acara ini.
Kupang adalah ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Provinsi ini memiliki keunikan tersendiri karena berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Timor Leste, yang dahulu pernah menjadi bagian dari Indonesia.
Meski sama-sama berada di Pulau Timor, NTT dan Timor Leste memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan kompleks.
Awal Kedatangan Portugis di Pulau Timor
Sejarah ini bermula pada abad ke-16, ketika Portugis datang ke Pulau Timor untuk berdagang. Seperti kebiasaan mereka di wilayah baru, Portugis akhirnya menjajah Pulau Timor.
Pembagian Pulau Timor: Portugis dan Belanda
Pada pertengahan abad ke-19, konflik sering terjadi antara Portugis yang menguasai bagian timur Pulau Timor (kini Timor Leste) dan Belanda yang menguasai bagian barat. Konflik ini akhirnya diselesaikan dengan perjanjian tahun 1859, di mana wilayah barat diserahkan kepada Belanda, sementara Portugis mempertahankan kendali atas wilayah timur.
Pendudukan Jepang dan Kembalinya Portugis
Selama Perang Dunia II (1942-1945), Pulau Timor jatuh ke tangan Jepang, bersama dengan sebagian besar wilayah Indonesia. Setelah perang usai, Portugis kembali berkuasa di Timor Timur hingga tahun 1975.
Deklarasi Kemerdekaan Timor Timur
Pada 1974, kudeta militer di Portugal yang dipimpin Jenderal Antonio de Spinola menggulingkan pemerintahan Marcelo Caetano. Presiden Spinola kemudian memulai proses dekolonisasi, termasuk untuk Timor Timur.
Dengan diberikannya kebebasan politik, lima partai politik terbentuk:
- Uniao Democratica Timorense (UDT)
- Frente Revolutionaria de Timor Leste Independente (FRETILIN)
- Associacao Populer Democratica Timorense (Apodeti)
- Partai Klibur Oan Timor (KOTA)
- Partidu Trabalista
Di antara lima partai tersebut, UDT menginginkan Timor Timur tetap di bawah Portugal, FRETILIN mendukung kemerdekaan, dan Apodeti memilih bergabung dengan Indonesia. Ketegangan politik memicu konflik kekerasan antarpartai. Pada 28 November 1975, FRETILIN mendeklarasikan kemerdekaan Republik Demokratik Timor Timur secara sepihak.
Integrasi Timor Timur sebagai Provinsi ke-27 Indonesia
Deklarasi sepihak oleh FRETILIN memicu reaksi keras dari Apodeti, yang meminta Indonesia untuk turun tangan. Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia memasuki Timor Timur. Meski Portugal melaporkan tindakan ini ke PBB, Indonesia tetap melanjutkan integrasi.
Pada 17 Juni 1976, wakil Timor Timur yang mendukung integrasi menyerahkan petisi kepada Presiden RI dan DPR RI. Sebulan kemudian, pada 17 Juli 1976, Timor Timur resmi menjadi provinsi ke-27 Indonesia.
Lepasnya Timor Timur dari Indonesia
Meski telah diintegrasikan, perlawanan FRETILIN terus berlanjut, sementara PBB tetap menolak penyatuan ini. Tekanan internasional meningkat ketika negara-negara pendukung integrasi mengubah sikap.
Pada Januari 1999, Presiden Habibie menawarkan dua pilihan: otonomi khusus dalam NKRI atau kemerdekaan. Referendum yang diawasi PBB pada 30 Agustus 1999 menghasilkan mayoritas (78,5%) memilih kemerdekaan.
Akhirnya, pada 20 Mei 2002, Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste.
Refleksi Tanwir dan Kekayaan Budaya Lokal
Sejarah panjang Pulau Timor mencerminkan perebutan kekuasaan yang melibatkan Portugis, Belanda, Jepang, hingga konflik antara Indonesia dan kelompok prokemerdekaan.
Dengan digelarnya Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang, momen ini dapat menjadi refleksi tentang kekayaan budaya lokal Pulau Timor, serta pengaruh kolonial Belanda dan Portugis dalam membentuk dinamika kawasan ini. (*)
Penulis Wildan Nanda Rahmatullah Editor Azrohal Hasan