PWMU.CO – Dalam rangka memperingati Milad ke-112 Muhammadiyah, Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik mengadakan Pengajian Ahad Pagi pada Ahad (1/12/2024) di Gedung Dakwah Muhammadiyah Gresik.
Kajian yang bertema “Bangga Bermuhammadiyah” ini menghadirkan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Dr H Ali Trigiyatno MAg sebagai pemateri.
Dalam kajian ini, peserta diajak untuk merenungkan beberapa poin penting, antara lain:
1. Mengapa nasib baik sering menghampiri orang yang senantiasa berbuat baik.
2. Kebahagiaan akan muncul ketika seseorang dapat membahagiakan orang lain.
3. Pentingnya memiliki semangat untuk memberi, bukan hanya menerima.
4. Hasil survei terhadap 2.500 lansia di Amerika Serikat terkait aktivitas yang mendatangkan kebahagiaan dan kesehatan. Aktivitas tersebut di antaranya berhenti merokok, menjaga mobilitas fisik, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, menghadiri majelis taklim minimal dua kali seminggu serta melakukan olahraga ringan secara rutin.
Dalam kegiatan ini, peserta juga mendapatkan fasilitas pemeriksaan kesehatan gratis sebagai bentuk perhatian terhadap kesehatan jamaah.
Setelah Pengajian Ahad Pagi, kegiatan dilanjutkan dengan Dirasah Islamiyah Lil Zu’ama yang khusus diperuntukkan bagi para Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) hingga PDM Gresik.
Kajian tersebut bertempat di Masjid At-Taqwa SMP Muhammadiyah 12 GKB, Gresik dengan tema “Titik Pisah Fiqih Salafi dan Muhammadiyah”, yang pematerinya juga Ali Trigiyatno.
Kajian diawali dengan sambutan dari Wakil Majelis Tabligh PDM Gresik, Anas Thohir yang membahas terkait fenomena Muhammadiyah Salafi (Musal) dan pentingnya memahami perbedaan fiqih dalam Salafi dan Muhammadiyah. Setelah itu, dilanjutkan dengan sambutan kedua yang disampaikan oleh Ketua PDM Gresik, Muhammad Thoha Mahsun SAg MPdI MHes yang menegaskan mengenai poin-poin penting dari kajian tersebut.
Ustadz Ali menjelaskan alasan mengapa Salafi mudah masuk ke Muhammadiyah. Menurutnya alasannya adalah karena prinsip Muhammadiyah yang terbuka dan toleran.
“Adanya kemiripan doktrin antara ajaran Salafi dan beberapa ajaran Muhammadiyah, serta ruang kosong dalam pembinaan akidah dan ibadah praktis di Muhammadiyah tersebutlah yang dimanfaatkan,” tuturnya.
Kemudian ia juga membahas dampak-dampak negatif masuknya Salafi ke Muhammadiyah. Dampak-dampak tersebut di antaranya yaitu:
1. Melemahkan paham Muhammadiyah, seperti penolakan terhadap organisasi.
2. Membingungkan amaliyah Muhammadiyah, seperti penolakan zakat profesi.
3. Menyebabkan ketidakharmonisan dalam jamaah, seperti perbedaan pendapat terkait zakat beras dan uang.
4. Pengaruh gaya dakwah Salafi yang terkadang menyusup dalam pengurus Muhammadiyah.
5. Mengurangi kekompakan di berbagai tingkat organisasi Muhammadiyah.
Ustadz Ali juga memaparkan beberapa strategi untuk menghadapi fenomena ini yaitu:
1. Pendekatan otoritas melalui pemberian sanksi hingga Surat Peringatan (SP) kepada pihak yang menyimpang.
2. Pendekatan intelektual yang dilakukan dengan cara menanggapi pemikiran dengan pemikiran.
3. Melakukan pendekatan spiritual dengan cara berdoa dan berikhtiar untuk memperbaiki keadaan.
4. Mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang ahli agama agar dapat memahami manhaj Muhammadiyah untuk menjaga keutuhan ajaran.
Selain itu, ia juga menegaskan perbedaan yang mendasar antara Salafi dan Muhammadiyah, khususnya dalam masalah muamalah. Menurutnya, Salafi lebih cenderung mengikuti ajaran Arab secara literal, sementara Muhammadiyah lebih mengutamakan pengaplikasian yang sesuai dengan konteks masyarakat Indonesia. (*)
Penulis Muhammad Jamaluddin Editor Ni’matul Faizah