Oleh Muhsin MK – Penggiat Sosial
Persyarikatan Muhammadiyah yang berdiri pada 1912 kini kian berkembang. Kehadiran Muhammadiyah ke tengah-tengah umat manusia tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi sudah merambah ke mancanegara. Cabang dan ranting serta lembaga pendidikan tingkat dasar, menengah dan tinggi di beberapa negara merupakan bukti nyata.
Dinamika gerakan dan aktivitas Muhammadiyah rasanya belum tertandingi oleh organisasi Islam manapun. Muhammadiyah tumbuh dan berkembang secara mandiri tanpa bantuan oleh pihak manapun.
Meski konon ada organisasi Islam non Muhammadiyah di negeri ini yang mengklaim pengikutnya hampir 60% dari jumlah umat Islam di Indonesia. Bahkan jamaahnya sendiri saling berlomba mendirikan lembaga pendidikan dan Kesehatan. Namun tetap saja tidak mampu mengejar kemajuan Persyarikatan.
Selain itu, faktor latar belakang dan karakteristik organisasi yang berbeda satu dan lainnya, tak dapat dinafikan. Faktor-faktor ini sedemikian berpengaruh pada gerak, dinamika dan aktifitas Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan Islam ini, serta menjadi kekuatan utama yang membedakannya, sehingga wajar jika lebih mampu meraih kemajuan dalam berbagai aspek pembangunan.
Muhammadiyah dan politik
Meski sebagai organisasi keagamaan, Muhammadiyah merupakan bagian dari organisasi legal di negeri ini, maka Muhamamdiyah juga tidak meninggalkan fungsi politiknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya saja, seringkali disalahpahami, termasuk oleh sebagian warga Muhammadiyah sendiri bahwa seolah-olah Muhammadiyah tidak sedinamis ormas Islam yang lain, misalnya: Nahdlatul Ulama (NU). Sehingga kini NU mampu menempatkan banyak kadernya di legislatif dan eksekutif.
Padahal, sikap politik Muhammadiyah seperti saat ini merupakan bagian dari sikap high politics. Sikap ini tidak mengakibatkan Muhammadiyah menjadi a-politik atau tidak mau terlibat dalam pemerintahan. Dalam kancah politik nasional, Muhammadiyah masih berperan dalam mempengaruhi sejumlah kebijakan politik dalam pemerintahan Indonesia. Dampaknya, sejumlah kader Muhammadiyah pun tetap terlibat karena profesionalitasnya.
Saat ini kader-kader Muhammadiyah tidak hanya berdiaspora di sejumlah partai politik, tetapi juga menduduki jabatan politis di pemerintahan tanpa harus menjadi bagian dari partai politik tertentu.
Dengan demikian, Muhammadiyah tidak tersandera oleh kekuatan politik mana pun. Keberadaan kader Muhammadiyah di parpol maupun di pemerintahan, tidak menjadi penghalang bagi Muhammadiyah untuk tetap bergerak dan beraktifitas secara dinamis.
Muhammadiyah tetap menjadi organisasi yang independen, tidak merasa perlu bergantung pada pemerintah. Utamanya berkaitan dengan masalah anggaran. Muhammadiyah telah mandiri dalam beraktivitas dengan bertumpu pada kekuatan Amal Usaha Muhammadiyah dan dukungan militan anggotanya yang ikhlas dan rela berkorban.
Warga Muhammadiyah memang beragam latarbelakang sosial, politik, ekonomi maupun pendidikannya. Namun warga Muhammadiyah dapat bersatu dalam semangat dan karakteristik untuk ber-amar maruf nahi munkar secara Ikhlas. Semangat dan karakteristik inilah yang menjadi modal utama gerakan berkemajuan yang hendak dicapainya. Dalam berMuhammadiyah, warga Muhammadiyah tidak pernah merasakan beban dalam hidupnya.
Kader dan aktifis Muhammadiyah kini sudah menyebar di beragam profesi itu telah menjelma menjadi kekuatan yang luar biasa. Dan mereka tidak egois-individualis yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Mereka justru menjadi supporting bagi aktivitas dan gerakan Muhammadiyah pada daerahnya masing-masing, maupun pada itingkat nasional.
Kepemimpinan di Muhammadiyah
Perhelatan pemilihan Pimpinan Muhammadiyah berjalan secara demokratis. Demokrasi yang diterapkan di Muhammadiyah merupakan demokrasi yang berkualitas. Karena itu, mereka yang terpilih dan kemudian duduk dalam tapuk kepemimpinan di Muhammadiyah merupakan pribadi-pribadi yang teruji sebagai pribadi terbaik di Muhammadiyah.
Perhelatan pergantian sebagai bagian dari regenerasi dan pemilihan pimpinan di Muhammadiyah tidak sekedar mengedepankan sistematisasi semata, tetapi juga substansi yang berkualitas. Regenerasi atau estafet kepemimpinan di Muhammadiyah sangat jauh dari direkayasa culas, terlebih lagi sampai menggunakan kekuatan uang. Pimpinan Muhammadiyah merupakan personal-personal yang telah teruji iman, amal dan moralnya ditengah masyarakat. Mereka ini merupakan pribadi yang sudah sudah berproses dan terlibat dalam dinamika persyarikatan dalam waktu yang cukup lama.
Sistem estafet kepemimpinan di Muhammadiyah telah menjadi kekuatan Muhammadiyah sendiri tetap kokoh dalam menjalankan peran tanggungjawab sebagai khalifatul fi al-ard’. Dengan dukungan warga Persyarikatan yang berintegritas, bermental keikhlasan dan bersemangat dalam berkorban insyaallah akan tergapai semua yang menjadi cita-cita Muhammadiyah.
Usia Muhammadiyah memang sudah sangat tua (112 tahun), terlebih jika dibandingkan dengan ormas lainnya yang sepadan. Namun bukan berarti Muhammadiyah rentah dan tertatih-tatih dalam menjalani perannya. Ibarat buah kelapa, Muhammadiyah ini “makin tua makin bersantan”. Tumbuh kembangnya AUM merupakan bukti bahwa Muhammadiyah masih tetap menjadi harapan dan tumpuan bagi bangsa dan negara.
Hanya saja, Muhammadiyah tetap perlu selalu bermuhasabah, instrospeksi, evaluasi dan mawas diri. Pertama, secara ideologis Muhammadiyah hendaklah tetap melakukan penguatan dan pengokohan. Ideologi Muhammadiyah tidak boleh bergeser dari prinsip-prinsip dasar yang telah digariskan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Yakni menjadikan Persyarikatan sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi mungkar. Pimpinan, kader dan warga Muhammadiyah jangan abai atau membiarkan terhadap upaya-upaya yang mendegradasi ideologi Muhammadiyah.
Kedua, terkait rangkap jabatan mungkin perlu penataan ulang dan menegakkannya secara tegas dalam rangka menegakkan disiplin organisasi Muhammadiyah. Sepanjang pandangan penulis, saat ini tidak ada yang mempersoalkan bila pimpinan Persyarikatan merangkap jabatan dalam pemerintahan. Tapi mempersoalkannya jika merangkap jabatan dalam organisasi lain. Wallahu ‘alam.
Editor Notonegoro