PWMU.CO-Kebanyakan museum di Indonesia terlalu fokus pada pendidikdan dan pengajaran namun lupa pada aspek rekreasi. Hal inilah yang membuat orang mudah jenuh dengan museum. Efeknya, museum yang pada awalnya ditata sedemikian bagus pada perjalanannya menjadi loyo dan sepi peminat.
Hal itu disampaikan anggota Tim Cagar Budaya, Adrian Perkasa, yang juga dosen FIB Unair dalam Seminar Budaya di Aula Mas Mansyur, Jumat (27/10/2017). Pernyataannya itu menanggapi rencana pembangunan Museum Muhammadiyah di Yogya.
Ada banyak faktor yang membuat museum cepat membosankan, salah satunya adalah jadwal buka museum yang tidak jelas dan artefak hanya dipajang. “Fungsi rekreasi harus digarap oleh Muhammadiyah, jadikan museum bukan sekadar sebagai media pendidikan dan pengajaran namun juga media rekreasi,” kata Adrian Perkasa.
Sebagai contoh Museum Louvre di Paris sering dikunjungi orang padahal tiket masuknya sangat mahal karena terpenuhinya unsur rekreasi. ”Hal ini yang belum tersentuh oleh museum di Indonesia,” katanya.
Di zaman generasi Kids Now ini, ujar dia, semuanya minta menyenangkan. Sebaiknya museum dibangun dengan konsep narasi. ”Ada film yang menceritakan hubungan antar barang koleksi,” kata Adrian yang pernah main film Perempuan Berkalung Sorban.
Memanfaatkan teknologi 2D, 3D, sambung dia, maupun multimedia sangatlah penting untuk memenuhi unsur rekreasi. Dinamika saat ini, menuntut kepekaan oleh kurator dan desainer dalam merancang suatu museum. Jangan sampai Museum Muhammadiyah hanya diisi oleh benda-benda monumental saja, namun bagaimana cara merangkul seluruh lapisan masyarakat agar mau datang ke museum.
Museum Muhammadiyah harus jeli memanfaatkan celah ini, mampu merangkul berbagai kalangan dari sisi rekreasi. Memanfaatkan berbagai media dan teknologi adalah salah satu unsur pelengkap museum. Maka sudah seyogyanya museum Muhammadiyah bergerak ke arah sana demi eksistensi perjuangan dakwah. (yusron)