Praktik Perkaderan Menggembirakan (PFP 1 IPM Kabupaten Malang 2024). (Muhammad Damar Rafisya/PWMU.CO).
PWMU.CO – Perkaderan merupakan hak seluruh pelajar Muhammadiyah. Dalam IPM, secara formal, tentu telah tersajikan Taruna Melati I, II, III, hingga Utama.
Mulai dari tingkatan SMP, MTs, SMA, MA, hingga SMK Muhammadiyah se-Indonesia. Bahkan, baru-baru ini–atau sejak lama–mulai dirintis dan digaungkan perkaderan Muhammadiyah mulai jenjang sekolah dasar, yang nantinya diproyeksikan sebagai kader kaffah ketika siswa-siswi SD tersebut masuk ke jenjang sekolah menengah.
Hal-hal berkaitan dengan ideologi, pengembangan diri, hingga pelaksanaan IPM di grassroot mulai tersuguhkan pada perkaderan formal tersebut. Oleh karena hak yang harus dipenuhi, tentu setiap pimpinan di atas memiliki tanggung jawab kepada pimpinan yang di bawahnya pada proses perkaderan.
Mulai dari pra-pelaksanaan, pelaksanaan, pasca-pelaksanaan, hingga pendampingan secara formal dan kultural kepada kader-kader yang telah dilatih.
Dewasa ini, proses perkaderan formal di IPM hanya sebagai seremonial dan formalitas persyaratan administratif kader-kader yang ingin melanjutkan karirnya di IPM pada tingkatan yang lebih tinggi. Kualitas kader yang dihasilkan dari proses-proses perkaderan formal tidak menentu.
Indikator kesuksesan pada proses perkaderan tiap daerah dan tiap jenjang tentu berbeda-beda. Antara daerah A dengan B, SMP dengan SMA, bahkan SMA dengan SMK.
Oleh karena hal tersebut, perlu ada penyesuaian teknis dan metode pada tiap perkaderan yang sesuai dengan latar belakang serta local wisdom masing-masing daerah maupun jenjang pendidikan formal.
Analisis Local Wisdom
Proses asesmen pra-pelaksanaan perkaderan merupakan hal yang sangat dibutuhkan. Dengan asesmen, Analisis local wisdom dapat terlaksana dengan maksimal; sehingga metode yang digunakan pada proses perkaderan akan sesuai.
Pada kasus ini, terdapat beberapa permasalahan pada salah satu jenjang, yakni SMK. Menurut data, pada 2015, jumlah SMK Muhammadiyah di Indonesia ada 546 sekolah. Sedangkan terdapat 567 SMA (Iqbal, 2015).
Seiring dengan berjalannya waktu, telah bertambah lebih banyak lagi sekolah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah SMA dan SMK adalah seimbang. Tentu memerlukan perhatian yang setara pula, dan tidak dapat disamakan.
IPM pada jenjang SMK memiliki beberapa permasalahannya tersendiri. Problematika tersebut dapat dijabarkan seperti di bawah ini:
- Fokus Pembelajaran Pada Praktik
Sudah sewajarnya sekolah kejuruan akan lebih banyak melakukan praktik dibandingkan dengan teori.
• Pembelajaran teori sosial yang kurang ditekankan
Dalam proses perjalanan organisasi, sangat diperlukan wawasan tentang sosial yang mencukupi. Aspek seperti komunikasi, interaksi sosial, pemahaman psikologi sangat diperlukan dalam berorganisasi.
• Potensi pelaksanaan teknis yang maksimal
Dengan terbiasa pada aspek praktik, maka ketika kader IPM SMK diminta untuk melaksanakan teknis, mereka akan lebih berpengalaman. Sehingga pelaksanaannya akan semakin maksimal. - Praktik Kerja Lapangan
Praktik Kerja Lapangan merupakan suatu agenda yang akan dilaksanakan oleh setiap sekolah menengah kejuruan. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan siswa pada dunia kerja yang sesungguhnya, serta sebagai sarana optimalisasi skills siswa pada ranah jurusan masing-masing. Dalam hal berorganisasi, khususnya pada IPM, tentu kegiatan ini dapat memengaruhi Pimpinan Ranting.
• Meninggalkan pimpinan selama beberapa bulan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan selama beberapa bulan, yang tentu dalam pelaksanaanya tidak dapat ditinggalkan, sehingga pimpinan-pimpinan yang sedang memegang pos-pos penting (Bidang Umum, Ketua Bidang) dengan terpaksa meninggalkan kota tempat pimpinan berada, karena tidak jarang lokasi PKL berbeda daerah dengan SMK asal, sehingga;
• Berpengaruh pada perputaran roda organisasi
Dengan ditinggalkannya pos-pos strategis, tentu perlu adaptasi bagi anggota-anggota dengan lebih cepat untuk mengisi peran-peran yang ditinggalkan. Pada akhirnya, jalannya pimpinan akan terseok-seok. Sehingga periode-periode berikutnya akan mendapatkan pimpinan yang baru berproses secara prematur. - Orientasi Pasca-IPM
Oleh karena kader PR IPM SMK lebih ditekankan pada praktik, maka orientasi pasca-kelulusan mereka juga berbeda dengan kader IPM SMA.
• Bekerja
Berbekal skills yang dipelajari semasa SMK, akan memiliki potensi diterima di tempat kerja yang lebih besar dibandingkan siswa SMA. Kompetensi siswa SMK yang tidak lanjut kuliah pada dunia kerja lebih dapat dipertimbangkan dibandingkan dengan lulusan SMA yang tidak meneruskan pendidikan. Meskipun tidak menutup kemungkinan lulusan SMK akan melanjutkan kuliah, tentu jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang langsung bekerja.
• Tidak dapat fokus pada pimpinan
Kader-kader yang telah lulus dari SMK dapat saja telah memegang jabatan pada tingkatan pimpinan di atasnya, baik Pimpinan Cabang, bahkan Pimpinan Daerah. Namun, ketika yang memegang tampuk kepemimpinan pada PC dan PD telah memiliki tanggung jawab lain, yakni pekerjaan, pimpinan yang dipimpinnya akan kurang maksimal dalam perjalanan dan eksekusinya.
Rumusan Solusi
Hal di atas bukanlah hal mutlak, masih banyak kader lulusan SMK yang tetap dapat progresif dalam IPM tingkatan lanjut. Namun, dengan adanya potensi permasalahan di atas, tidak menutup kemungkinan masih banyak yang relevan dengan kondisi saat ini di lapangan masing-masing.
Oleh karenanya, diperlukan solusi untuk memaksimalkan potensi kader-kader lulusan SMK. Perkaderan-perkaderan formal sangat diperlukan dalam proses ini, guna peningkatan kapasitas organisatoris kader.
Namun, di samping optimalisasi perkaderan formal, diperlukan pula solusi yang lebih fleksibel bagi pimpinan SMK.
Solusi dari adanya perbedaan di atas perlu disesuaikan dengan potensi setiap daerah dan setiap PR IPM SMK. Namun, secara garis besar solusi adalah sebagai berikut:
- Wadah Pengembangan Skills Kejuruan
Potensi kejuruan kader-kader vokasi (SMK) sangat dibutuhkan dalam era saat ini, industry revolution 4.0, dan society 5.0, bahkan industry revolution 5.0, yang pada saat ini memaksimal pemanfaatan artificial intelligence serta robot dalam kehidupan sehari-hari umat manusia. Peran siswa SMK dibutuhkan dalam pengembangan teknologi tersebut. Indonesia Emas 2045 bukanlah visi yang utopis, melainkan sangat realistis jika IPM dapat berperan di dalam pengembangan kapasitas (capacity building) anak muda. Hal konkret yang dapat dilakukan oleh IPM sebagai gerakan pelajar dan pembaruan adalah dengan membentuk Inkubator Pengembangan Teknologi, yang dapat menjadi wadah siswa kejuruan dalam pengembangan skills-nya, serta memajukan IPM itu sendiri. - Masifikasi Gerakan Komunitas
Tidak dapat dipungkiri bahwa siswa SMK memiliki keunikannya masing-masing. Mulai dari bakat dan potensi akademik yang berbeda dengan siswa SMA, kegemaran yang dimiliki, dan kekompakan antara satu sama lain. Dalam hal ini, perlu perhatian secara khusus dengan memasifkan kembali gerakan komunitas yang pernah menjadi paradigma IPM. Komunitas-komunitas kreatif dapat membangkitkan ghirah kader melalui hal yang bersifat fleksibel dan menyenangkan. - Perumusan Teknis Perkaderan yang Menggembirakan
Solusi ini bukanlah sebagai pengkhususan kepada PR IPM SMK. Melainkan sebagai solusi untuk seluruh jenjang pimpinan. Perkaderan formal saat ini perlu peningkatan dalam teknisnya. Perlu adanya inovasi baru supaya perkaderan formal tidak hanya sebagai ajang pemenuhan syarat administrasi untuk lanjut ke pimpinan jenjang berikutnya. Desain teknis pelatihan perlu dikemas semenarik mungkin supaya kader semakin berkualitas tanpa membuat peserta pelatihan bosan dan jenuh. Metode gamifikasi pada penyampaian materi, peningkatan kapasitas “Fasilitator yang Menggembirakan” perlu diperhatikan sebagai bentuk inovasi dan pembaruan.
Kesimpulan
Dengan banyaknya sekolah vokasi, utamanya sekolah kejuruan milik Muhammadiyah, tentu perlu adanya perhatian khusus terhadap kader-kader lulusan SMK.
Peran kader-kader SMK sangat dibutuhkan dalam perkembangan IPM. Melalui banyak jalan, kader SMK dapat dimaksimalkan potensinya.
Mulai dari capacity building pada kompetensi siswa SMK; mewadahi bakat dan minat kader; hingga penyusunan teknis pelatihan yang menggembirakan, dapat membuat potensi siswa SMK dapat maksimal. Selain itu, hal ini supaya kader-kader SMK tidak hanya menjadi anak tiri pada proses perkaderan.
Daftar Pustaka
- Iqbal, M. 2015. Hingga 2015, Muhammadiyah punya 5.264 sekolah di seluruh Indonesia. Diakses pada 1 Juni 2024, dari: https://news.detik.com/berita/d-2985113/hingga-2015-muhammadiyah-punya-5-264-sekolah-di-seluruh-indonesia
- Rafidiyah, Dina & Ahmad Kailani. 2020. Identifikasi Potensi SMK Muhammadiyah Sebagai Lembaga Pendidikan Vokasi yang Berkemajuan: Studi Fenomenologi Terhadap Penerapan Program Revitalisasi SMK di Indonesia. Pedagogik: Jurnal Pendidikan, 15(1)
- Siagian, Hendra. 2023. Mengenal Revolusi Industri 5.0. Diakses pada 1 Juni 2024 dari: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-lahat/baca-artikel/16023/Mengenal-Revolusi-Industri-50.html
Penulis Muhammad Damar Ravisya, Editor Danar Trivasya Fikri