PWMU.CO – Fantiana Maria Mo’ong menjadi salah satu dari dua mahasiswa katolik yang kuliah di Universitas Muhammadiyah Madiun (Ummad), dan mengikuti Muhammadiyah Youth Interfaith Leadership Program (MY-ILP) di Bali, Senin-Rabu (13-15/01/2025).
MY-ILP merupakan Program Kepemimpinan Pemuda Antariman Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Salah satu ketentuan untuk mengikuti Program Kepemimpinan Pemuda Antariman Muhammadiyah ini adalah esai narasi sebanyak 500 kata dengan tema “Aku, Muhammadiyah, dan Indonesia”.
Dengan bimbingan dosen Prodi Ilmu Komunikasi, Rakhma Widya Darojah SSos MIKom, Fantiana membuat esai sesuai ketentuan dan mengirimnya kepada panitia, hingga akhirnya lolos persyaratan.
Di dalam esainya, Fantiana mengungkapkan “Perkenalannya” dengan Muhammadiyah saat masih menjadi pengasuh di panti disabilitas, Panti Asuhan Bakti Luhur di Tropodo Surabaya tahun 2008.
“Kebetulan bangunan sekolah Muhammadiyah berdampingan dengan panti kami. Lalu mereka datang membawakan logistik untuk kita. Habis itu pandangan beda agama itu, ternyata mereka ada kerendahan hati memperhatikan orang-orang di sekitar kita,” ujarnya.
“Tidak memandang yayasan kami agamanya. Saya tidak melihat apa yang dibawa, tetapi saya melihat nilai kerendahan hati dan solidaritas,” terang Fantiana, Senin (13/01/2025).
Berikut esai lengkap Fantiana:
Aku, Muhammadiyah, dan Indonesia: Perjalanan Suster Katolik Mengenal Keistimewaan Indonesia Lewat Muhammadiyah
Oleh: Suster Fantiana Maria Mo’ong
Mahasiswa Katolik Ummad yang lolos seleksi MY-ILP.
Suster Katolik merupakan panggilan rohani yang aku impikan sejak kecil. Sosok yang sanggup menanggapi panggilan Tuhan sebagai Sahabat Setia Yesus begitu menarik bagiku.
Dan inilah aku sekarang suster Fanti, seorang suster katolik yang sudah 15 tahun aku mengabdikan diri sebagai suster pengasuh di Panti Asuhan Bhakti Luhur (Panti Disabilitas).
Aku lahir, tumbuh, dan besar dari keluarga Katolik di Maumere, Flores NTT yang mayoritas beragama Katolik. Tugas sebagai Suster membawaku bertugas di beberapa LKS/LKSA. Seperti Surabaya, Malang, Flores, Kupang, dan Madiun.
Aku pertama kali mengenal Muhammadiyah ketika bertugas sebagai pengasuh di Panti Asuhan Bhakti Luhur di daerah Tropodo Surabaya. Saat itu persediaan logistik di panti mulai menipis, suatu ketika datanglah rombongan Muhammadiyah yang diketuai oleh bapak kepala sekolah dengan membawa bantuan bahan makanan.
Kebetulan bangunan sekolah Muhammadiyah berdampingan dengan panti dimana aku bertugas. Saat itu yang aku lihat bukan apa yang mereka bawa tapi sisi kerendahan hati, semangat melayani, dan peduli dengan lingkungan sekitar.
Sungguh sangat berkesan dalam hati. Mulai saat itu aku belajar mengenal Muhammadiyah, organisasi yang besar berkontribusi untuk Indonesia.
Dalam pelayananku aku kerap bekerja sama dengan Muhammadiyah, terutama dalam bidang LKS/LKSA. Meski latar belakang kami berbeda namun kerja sama kami berjalan dengan sangat harmonis.
Ketika bertugas di Madiun, muncul aturan akreditasi LKS/LKSA bahwa setiap pengurus minimal memiliki ijazah S1 Peksos. Aku yang sebelumnya berijazah S1 Teologi mendapat tugas dari atasan untuk studi kembali di bidang Kesejahteraan Sosial. Dan jurusan ini tersedia di Universitas Muhammadiyah Madiun (Ummad).
Ciri khas dari kampus Universitas Muhammadiyah adalah adanya mata kuliah Agama Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK). Kami diberikan pengetahuan mengenai ajaran agama Islam dan Kemuhammadiyahan. Aku kagum dengan semangat yang diemban oleh Muhammadiyah dalam memajukan pendidikan dan kesehatan di Indonesia.
Ajaran mendasar Muhammadiyah menekankan pada pemurnian ajaran Islam, pengabdian pada masyarakat, dan pembangunan peradaban yang berkemajuan. Prinsip-prinsip ini menjadi landasan dalam seluruh aktivitas Muhammadiyah, baik bidang pendidikan, kesehatan, sosial maupun dakwah.
Dalam Muhammadiyah aku melihat semangat yang sama, yakni mengabdikan diri demi kebaikan umat manusia dan kemajuan bangsa. Tidak ada sekat, tidak ada diskriminasi. Hanya keinginan tulus untuk membantu.
Indonesia tanah air yang penuh keragaman, dan Muhammadiyah telah menunjukan bagaimana keberagaman itu bisa menjadi kekuatan bukan kelemahan. Saat ini aku melihat Muhammadiyah sebagai pilar penting bagi bangsa ini. Bukan hanya untuk umat muslim tapi juga untuk seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai pengabdian dalam Muhammadiyah yang tidak hanya mendukung semangat keislaman tetapi juga memperkuat nilai kebangsaan.
Aku bersyukur menjadi bagian dari Indonesia yang begitu kaya akan keberagaman. Muhammadiyah mengajarkan bahwa jalan menuju persatuan tidak selalu dimulai dari persamaan, tetapi dari keberanian untuk saling menghargai dan bekerja sama. Dan aku dengan keyakinan sebagai suster Katolik merasa terhormat saat berjalan di jalan yang sama untuk Indonesia yang lebih baik.
Muhammadiyah bukan hanya tentang Islam, ia adalah tentang Indonesia. Tentang kita semua yang bekerja sama untuk menjadikan negeri ini lebih baik yang mengerucut pada komitmen, kebangsaan, kebhinekaan, kemanusiaan dan keadilan untuk mewujudkan Indonesia sebagai rumah bersama; menjunjung spirit integritas, etos kerja dan gotong royong.
Aku, Muhammadiyah, dan Indonesia adalah bagian dari perjalanan yang saling berhubungan, yang membangun bangsa, yang saling menjunjung tinggi kemanusiaan, tanpa melupakan akar keimanan dan semangat persatuan.(*)
Penulis Pujoko Editor Zahrah Khairani Karim