Kajian bersama Cak Ali (kiri, berbaju putih) bersama Moderator oleh Ketua PDM Kota Batu Tsalis Rifa’i(kanan, memakai batik), Ahad (19/01/2025). (Khoen Eka/PWMU.CO).
PWMU.CO – Pengajian Ahad Pagi KH Ahmad Dahlan yang tergagas oleh Majelis Tabligh PDM Kota Batu, pada Ahad (19/01/2025) menghadirkan pembicara inspiratif. Bukan lain, ia adalah Ali Mutthohirin atau yang akrab disapa Cak Ali.
Ia merupakan alumnus Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (FAI UMM) dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum DPP IMM periode 2016-2018.
Kini, Cak Ali telah terpilih menjadi Wakil Wali Kota Malang untuk periode 2025-2030.
Muhammadiyah dalam Tantangan Global
Dalam pengajiannya, Cak Ali membahas perkembangan Islam dan Muhammadiyah di tengah tantangan global, termasuk konflik berkepanjangan di Palestina.
Menurutnya, umat Islam saat ini sedang diuji dari berbagai sisi, baik secara sosial maupun spiritual.
Rakyat Palestina yang saat ini memasuki era gencatan senjata dengan Israel mengingatkan umat Islam pada perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian Hudaibiyah juga terbahas dalam surah Al Fath.
“Ini adalah kemenangan dari Allah ataukah tipu daya berikutnya dari musuh, perlu kita kaji lebih jauh karena gencatan senjata ini dapat dapat ditinjau dari paradigma yang berbeda” katanya.
Cak Ali kemudian menjelaskan bahwa dalam surah Al-Fath ayat 1-3 terdapat perbedaan paradigma antara Rasulullah dan para sahabatnya terkait dengan Perjanjian Hudaibiyah. Ketika itu, sahabat Nabi Muhammad saw. sempat tidak memahami langkah dan keputusan Rasulullah.
“Ada perbedaan penerimaan karena dasar pemikiran yang berbeda. Perbedaan paradigma berpikir akan menimbulkan perbedaan persepsi. Oleh karena itu, tabayun menjadi jembatan untuk menyatukan perbedaan tersebut” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa segala sesuatu bergantung pada paradigma pemikiran. “Kita tidak bisa mengukur pikiran kita dengan pemikiran orang lain karena dasar pengetahuan kita pun berbeda” tegas Cak Ali.
“Umat Islam harus terus mencari kebenaran yang sesungguhnya, bukan berhenti pada paradigma sendiri” ujarnya.
3 Jenis Kebenaran
Cak Ali menjelaskan bahwa umat Islam saat ini dihadapkan pada tiga kebenaran, yaitu ideologis, teologis, dan rasionalis.
Kebenaran ideologis adalah yang didasarkan pada sistem keyakinan atau ideologi tertentu, yang biasanya menjadi panduan hidup bagi individu atau kelompok, misalnya keyakinan terhadap ajaran politik tertentu.
Kemudian kebenaran teologis adalah yang berasal dari wahyu atau ajaran agama yang dipercaya datang dari Tuhan. Misalnya keimanan pada Allah SWT dan keyakinan pada kebenaran ajaran-Nya.
Sedangkan kebenaran rasionalis ditentukan melalui proses logika, akal, dan pembuktian empiris.
“Persoalan pemahaman terhadap tiga kebenaran ini sering kali memunculkan konflik di antara umat Islam. Misalnya, salah satu jamaah berbeda partai dengan jamaah lain atau berbeda tata cara dalam beribadah” tuturnya.
“Hal ini membuat ketidaknyamanan hingga permusuhan dan berakhirnya silaturahmi. Padahal hal tersebut hanya karena perbedaan paradigma terhadap partai atau fiqih” jelas Cak Ali.
“Lalu muncullah fenomena di mana banyak pihak sibuk mencari kesalahan orang lain karena merasa paling benar” lanjutnya.
“Hari ini kita belum bisa merasakan kesempurnaan Islam baik secara umum pada umat Islam termasuk di jamaah Muhammadiyah. Hal itu karena kita belum bisa menjalani Islam secara kaffah (utuh)” kata Cak Ali.
“Maka, Muhammadiyah seharusnya menjadi ruang untuk bermuhasabah dan belajar mendalami Islam dengan lebih baik, baik dalam ibadah maupun hubungan sosial” tuturnya.
“Melalui Muhammadiyah, kita belajar mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga keharmonisan dengan sesama manusia. Maka, umat Islam saat ini harusnya terus mencari kebenaran yang sesungguhnya, tidak hanya berhenti pada paradigma kita sendiri” pungkasnya.
Penulis Khoen Eka, Editor Danar Trivasya Fikri