PWMU.CO – Masjid Namira yang berada di Jalan Raya Mantup, Jotosanur, Tikung, Lamongan, Jawa Timur adalah fenomena baru. Bukan hanya sebagai tempat ibadah, masjid yang namanya terinspirasi dari Masjid Namirah di Padang Arafah, Arab Saudi, itu kini telah menjadi destinasi wisata.
Banyak sekali pengunjung yang datang.
Ada yang sekadar berwisata ruhani. Tapi banyak pula yang melakukan studi banding untuk menimba ilmu bagaimana manajemennya. Bukan hanya dari Kabupaten Lamongan atau Jatim, bahkan pengunjung datang dari beberapa pelosok Indonesia.
Pimpinan Ranting Aisyiyah Kauman Yogyakarta pun pernah ke masjid ini. Ada juga dari Kalimantar Timur. Pernah pula dikunjungi Sekda Kota Bandung.
Saat berkunjung ke sana untuk kesekian kalinya, Kamis (2/11/2017) siang, saya melihat sendiri bagaimana antusiasme warga di masjid tersebut. Jamaah sudah berdatangan sebelum adzan dikumandangkan.
Selain untuk melaksanakan jamaah shalat, para wistawan lokal itu memanfaatkan kesempatan untuk berfoto selfie.
Keindahan desain masjid yang bernuansa Timur Tengah, juga adanya kiswah asli yang didatangkan langsung dari Masjid Alharam, yang harumnya bagaikan berada di Baitullah dan Masjid Nabawi, adalah daya tarik tersendiri.
Seusai shalat Dhuhur saya mencoba menemui Ketua Takmir Masjid Namira, H Waras Wibisono SPd, di kantornya.
Kami ngobrol santai. Beberapa info menarik pun akhirnya saya dapatkan. Menurutnya Masjis Namira dibangun oleh pasangan suami-istri: H Helmy Riza dan Hj Yeni Yulia Arifah. Helmy berasal dari keluarga Muhammadiyah. Ibunya, Hj Ning Humaiyah adalah saudara tertua dari H Chasan Majedi Affandi dan Hj Nur Saadah, isti almarhum H Bisri Ilyas. Semuanya adalah tokoh sekaligus dermawan Muhammadiyah
Helmy kini adalah pengusaha dengan beragam bisnis, mulai dari toko emas, tambak hingga sejumlah SPBU, itu tergerak oleh Alquran surat Attaubah ayat 18, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang- orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudiàn, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Menurut Wibisono, dengan kekayaan berlimpah dan atas hidayah Allah lewal Alquran itulah hati Helmy tergerak untuk membangun masjid yang megah dan indah itu.
Wibisono menjelaskan, semula bangunan masjid yang diresmikan pada 1 Juni 2013 M/ 22 Rajab 1434 itu hanya ada satu, yakni yang kini berada di depan dengan ukuran 1100 meter persegi.
“Dengan banyaknya jamaah dan pengunjung yang ingin menikmati shalat secara khusuk dan nyaman di sini, membuat kapasitas masjid tidak mencukupi lagi. Akhirnya dibangunlah masjid yang ada di belakangnya, dengan luas 2750 meter persegi,” jelas Wibisono.
Dia menambahkan, bangunan tahap kedua itu diresmikan pada tanggal 2 Oktober 2016/ 1 Muharram 1438. Dan kini bisa menampung 2500 jamaah.
Pemberian nama Masjid ada yang menduga mengambil nama salah seorang putri Helmy–Yeny yakni Ghassani Namira Mirza. Tapi Wibisono mengungkapkan bahwa nama Namira diambil dari salah satu masjid yang ada di Padang Arafah, Arab Saudi.
Masjid tersebut, hanya dipakai sekali dalam setahun, yaitu saat berlangsung Wukuf di Arafah. Saat haji, tidak semua jamaah bisa mendekati Masjid Namira, kecuali bagi yang tanazzul atau berpisah dari rombongan. Di musim umrah, biasanya jamaah berkunjung ke masjid tersebut. Tetapi tidak bis amasuk atau melaksanakan shalat di dalamnya karena masjid ditutup.
Wibisono juga menjelaskan tentang kiswah yang ada di Masjid Namira. Katanya, itu adalah pemberian Imam Besar Masjid Nabawi, Madinah. “Saat sudah berkali-kali haji, beliau bertemu dengan Muassasah dan Imam Nesar Masjid Nabawi. Suatu saat beliau djamu makan malam kemudian diberi ‘mahar’ kiswah,” cerita dia.
Yang juga menarik, bagi pengunjung yang ingin menambah ilmu sudah terjadwal beberpa kajian, di antaranya Pengajian Muslimah (Selasa dan Kamis pukul 13.00), pengajian umum (Selasa dan Jum’at ba’da Isak), pengajian umum Ahad pagi yang diawai jamaah Subuh dilanjutkan kajian agama dan diakhiri dengan sarapan pagi bersama.
Kenyamanan yang difasilitasi takmir masjid memang patut diacungi jempol. Saat memasuki halaman masjid, pengunjung disuguhi lahan parkir yang luas. Meskipun yang datamg berjibun tetap saja bisa tertampung.
Tidak cukup di situ, mukena, sarung, atau sandal, semua sudah disiapkan oleh petugas. Karpetnya pun empuk. Semuanya harum dan bersih. Tidak kumal seperti di masjid-masjid lain, yang belum menerapkan prinsip kebersihan adalah sebagian dari pada iman.
Maka berbenahlah masjid-masjid, khususnya yang dikelola Muhammadiyah. Agar rumah-rumah Allah menjadi Indah dan nyaman. Sebab itu termasuk yang membuat jamaahnya datang berbondong-bondong untuk menghidup-memakmurkan masjid sebagai syiar Islam. (Nurfadlilah)