PWMU.CO – Ternyata tradisi lieterasi masyarakat Indonesia masih rendah. Hal itu terungkap pada Sarasehan Literasi yang diselenggarakan di Gedung Rektorat lantai 1, 2, dan 8 Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Sabtu (18/11/17).
Sarasehan Literasi yang bertema “Berdaya, Berkarya Membangun Bangsa” diselenggarakan oleh Pusat Kajian Literasi Unesa bersama Tut Wuri Handayani, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dan The Asia Foundation.
Sebanyak 7 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) berkesempatan menjadi peserta kegiatan ini.
Mereka adalah M Septian Hammam M, Lutfiana Putri, Ilham Nawamulla, dan Fasikhatur Rakhmah, yang tergabung dalam Sahabat Literasi PAI (Serasi). Dua lainnya dari Fakultas Ekonomi Nur Sya’atul dan Rufi’ah.
Di hadapan 143 peserta, nara sumber Rossie Setiawan memberikan trik mendongeng dan bercerita yang baik.
Sementara itu, aktivis Taman Baca Masyarakat (TBM) Putat Jaya Kartono berbagi 8 cara jitu mengelola TBM. Pertama, harus mempunyai kepedulian. “Maksudnya kita harus peka dalam situasi yang ada,” ujarnya.
Kedua, empati yaitu bisa merasakan kondisi orang lain dan saling menghormati. Ketiga, tulus dan ikhlas serta tidak menjadikan tugas sebagai sebuah beban serta tidak boleh mengeluh. Saling menghormati pendapat, dan mendahulukan hasil musyawarah.
Keempat, mempunyai visi dan misi. “Sehingga hasil akhirnya bisa terukur,” tambahnya.
Kelima, mempunyai tujuan. Keenam, mempunyai program kerja. Ketujuh, mempunyai strategi dan inovasi. “Dan yang terakhir harus mempunyai perubahan positif bagi masyarakat,” paparnya.
Pada sesi berikutnya, Kepala Pusat Bahasa Unesa menyampaikan materi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dan peran komunitas.
Acara yang dipandu oleh Pratiwi Retnaningdyah dan Satria Dharma ini bertujuan untuk membekali pegiat literasi di sekolah maupun komunitas agar punya program-program yang unik dan menarik.
Literasi kunci perubahan generasi! (Arfan/TS)