PWMU.CO – Kado terindah itu datang dari Negeri Gajah Putih, Thailand. Tepat di hari Sabtu (18/11/17) telah lahir Muhammadiyah Thailand.
Peristiwa itu berbarengan dengan perayaan 105 M/108 H tahun didirikannya Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta, Indonesia.
Ketua Umum Pengurus Muhammadiyah Thailand Dr Abdulhafiz Hile MEd menyampaikan kabar itu langsung pada PWMU.CO.
“Alhamdulillah telah terbentuk pengurus Muhammadiyah Thailand tanggal 18 kemarin. Dideklarasikan di Universitas Rachabhat Yala, Propinsi Yala, Thailand Selatan. Mohon doanya,” kabar dari Hafiz melalui WhatsApp, Selasa (20/11/17) malam.
Tak lupa ia mengirim susunan “Nama-Nama Pengurus Muhammadiyah Thailand Periode 2017-2022”. Ia kirim pula foto pengurus dan logo Muhammadiyah Thailand.
Namun, agak sedikit berbeda dengan “induknya” di Indonesia, Muhammadiyah Thailand menggunakan istilah “pengurus”, sementara di Indonesia lazim menyebut “pimpinan”.
Selain itu, periodeisasi juga tidak bareng, meski sama-sama 5 tahun. Maklum, Muhammadiyah Thailand baru berdiri 2017 sehingga baru berakhir tahun 2022. Sementara periode Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Indonesia) adalah 2015-2020.
Kabar dari Hafiz itu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi saya yang pernah bertemu dengannya saat ditugaskan PWMU.CO meliput Rihlah Dakwah Kader Muhammadiyah Jawa Timur awal Oktober 2017.
Saat itu, dalam perjalanan darat Malaysia menuju Thailand, Dr Latipun— Ketua Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim yang memimpin rombongan bersama Wakil Ketua PWM Jatim Nadjib Hamid—menyampaikan bahwa rombongan akan ke Pattani untuk memberi support pada Dr Abdulhafiz Hile MEd dan kawan-kawannya yang akan mendirikan Muhammadiyah.
Rupanya, kini rencana itu benar-benar terwujud. Muhammadiyah Thailand telah berdiri. Meski saya sendiri belum mendapat konfirmasi bagaimana hubungan antara Muhammadiyah di sini dengan Thailand.
Apakah struktural atau kultural? Yang jelas bukan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) seperti yang ada di beberapa negara. Beberapa pertanyaan soal itu yang saya ajukan belum dijawab oleh Hafiz. Tapi Latipun memberi sedikit gambaran. “Tidak ada hubungan (struktural). Tapi sebagai sister organization saja,” katanya, Rabu (22/11/17) siang.
Saat kami di Thailand, Hafiz menyambut kami dengan penuh kehangatan. Dia mengajak berkunjung ke berbagai tempat penting seperti Majelis Tinggi Agama, Pondok Pesantren Lukmanul Hakeem, dan Pondok Pesantren Fajrul Islam, di mana ia mempunyai peran sangat penting.
Kenangan di Thailand itu begitu membekas. Di Tanah Air, saya ceritakan bagaimana kondisi Umat Islam, terutama Muhammadiyah, di Thailand (dan Masysia) di berbagai forum Persyarikatan.
Dua pekan sekembali dari Thailand, Pak Nadjib Hamid mengabarkan bahwa berkat kunjungan ke Yala Thaliand itu sebentar lagi akan dideklarasikan Muhammadiyah.
“Setelah kita ke Yala Pak Hafiz semangat mendirikan Muhammadiyah Thailand. Lambang sudah disiapkan,” ungkap Nadjib dalam sebuah grup WA sambil memposting logo Muhammadiyah Thailand.
Tak pelak semua anggota grup yang terdiri dari peserta lawatan ke Thailand-Malaysia itu menyambut dengan rasa bahagia. Bahkan ada yang usul untuk hadir saat deklarasi.
Kegembiraan itu semakin lengkap ketika Latipun, yang juga sahabat karib Hafiz, menyampaikan kabar bahwa deklarasi Muhammadiyah Thailand sudah dilakukan bertepatan dengan Milad Muhammadiyah.
“Pak Hafiz dan kawan-kawan sudah menyusun pengurus Muhammadiyah Thailand tanggal 18 November kemarin. Tapi sayang saya tidak bisa daang,” bunyi pesan Latipun, Ahad (19/11/17).
Alhamdulillah, niat besar nan suci itu akhirnya terwujud, melalui kegigihan Hafiz, yang tak lain adalah murid dari Buya Syafii Maarif ketika menempuh studi S2 di Universitas Negeri Yogyakarta.
Selamat Muhammadiyah Thailand. (Uzlifah)