PWMU.CO– Peserta peluncuran buku antologi Ini Baru Cipo Kumpulan Reportase Citizen Reporter Harian Surya di Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Bangkalan mendapat kejutan manis. Yakni adanya acara nebeng meluncurkan novel terbaru karya Mulyanto berjudul Bidadari Pemetik Bianglala, Ahad (26/11/2017).
Staf SD Muhammadiyah 4 (Mudipat) Pucang Surabaya yang juga salah satu kontributor aktif PWMU.CO itu tak hanya menguliti novelnya secara singkat. Tapi juga membacakan puisi membahananya yang dipersembahkan untuk hari guru di tengah-tengah audiens lintas profesi di dalam aula rektorat lt. 9 itu. Acara yang diselenggarakan Koran Surya itu mengusung tema Viralkan Karyamu.
Dijelaskan Mulyanto, Novel keduanya masih senafas dengan novel pertama yang berjudul Istighfar Cinta. Kedua-duanya diimbuhi judul Novel Pewaras Hati. Katanya sebagai jamu mewaraskan hatinya sendiri dan keluarga dan juga mewaraskan hati yang berkenan membaca.
“Novel manis Bidadari Pemetik Bianglala adalah kisah cinta sederhana seorang sarjana muda anak petani dari Sumenep kepada bunga desa anak juragan tembakau dari Pamekasan Madura,” jelasnya.
Dibeberkan, bahwa Hamdu tokoh di novelnya usai wisuda yang hanya “punya” Allah karena belum punya pekerjaan dan penghasilan tetap akhirnya mantap hati menikahi Anna si gadis desa yang sudah jadi dokter bekerja di RS negeri dan menetap di Surabaya.
“Maha Kasih Allah, Hamdu di hari pernikahannya dikado Allah pekerjaan sebagai staf Pertamina di Jagir Surabaya,” ungkap Mulyanto.
Hamdu mencurahkan cintanya dengan sederhana lewat kata puitis dan lewat selarik memo yang ditindihi mawar di meja makan mereka. Maksudnya bila Anna mendapatinya saat membereskan meja makan, Hamdu yang sudah berangkat kerja berharap Anna mesem bahagia.
“Misal yang begini: Bahagia itu sederhana. Jika pangeran William dan Kate Middleton perlu menunggangi kereta kencana untuk melukis bahagia. Kami hanya perlu naik becak untuk mewarnai hari dengan senyum dan canda mesra. I love u, permaisuriku Anna,” baca Mulyanto di novelnya halaman 31-32.
Mulyanto menambahkan menulis bukan urusan Bahasa Indonesia, tapi menulis adalah urusan kehidupan. Menulis untuk mengikat ilmu dan makna hidup. “Saya setiap hari menulis dan menaburnya dan sosial media untuk menggugah saya pribadi dan yang berkenan membaca,” tandasnya.
Adapun puisi yang ditulis dan bacakan Mulyanto dalam forum itu sebagai berikut:
Selamat Hari Guru, Guru!
Oleh Mulyanto
Wahai Guru
Kalau kamu Tuhan pasti kusembah dirimu
Tapi kamu hanya guru maka kuhanya bisa mencintaimu
Ketahulilah Guru
Meski engkau acap mendalih
Aku tak terlalu peduli
Meski engkau pernah berkelit
Hatiku tak akan pernah sakit
Meski engkau pernah bohong
Tak apalah kan cuma sedikit bohong
Meski engkau acap marah
Itu upayamu agar aku berahlaq karimah
Meski engkau pernah sedih
Aku tahu diri aku akan meneladani
Meski engkau manyun
Sudah itu kita semua kan senyum
Meski engkau pernah salah
Bagi kami tak terlalu masalah
Karena aku tahu engkau guru
Dan aku murid tersayangmu
Pahamilah Guru
Jangan jemu mendidikku
Bila sering aku bikin dan biang gaduh
Karena bokong tak kuat duduk melulu
Jangan ragu menjewerku
Saat aku dan kawanku tak patuh
Karena itu kewajibanmu
Jiwailah Guru
Guru bukan untuk sok tahu
Apalagi membusung dada angkuh
Apalagi membuang muka bila bertemu
Tapi guru untuk diguguh lan ditiru
Selamat hari guru, guru!
Terima kasih atas ilmu dan kebaikanmu, Guru.
Tepuk tangan riuh rendah membuntuti berkahirnya pembacaan puisi tersebut. (Yyn)