PWMU.CO – Di balik pendistribusian logistik yang dilakukan oleh Muhammadiyah Disaster Management Canter (MDMC) Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan, terpendam banyak cerita.
Riyadi adalah salah satu kisah itu. Relawan MDMC dari Desa Tokawi ini pada saat musibah banjir bandang dan longsor melanda Pacitan tak kenal kata lelah untuk membantu korban yang membutuhkan pertolongan.
Ditemui di Posko MDMC Nawangan Sabut (9/12/17), ia menuturkan bahwa pada hari Rabu-Kamis (29-30/11/17) ia dimintai tolong untuk mendata penduduk Kalikuning yang terkena musibah. Dilanjutkan hari Jumat ia menjadi relawan di Pacitan Kota dan membantu pengiriman logistik di beberapa titik bencana.
Namun setelah shalat Jumat ia merasa ada yang menganjal di hatinya. Ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya di Desa Tokawi.
Selama perjalanan beberapa titik longsor sempat menghadang perjalanannya. Namun ia tak menyerah dan tetap melanjutkan perjalanan dengan ekstra hati-hati. Sesampainya di rumah, betapa terkejutnya ia ketika melihat rumahnya telah tertimbun tanah. Tak ada harta benda yang sempat ia selamatkan.
Saat melihat kondisi rumah yang hancur Riyadi pun sontak ingat sang Ibu. Lalu ia mencari dan menemukannya dalam kondisi shok dan sempat pingsan melihat rumahnya yang hancur.
Setelah menenangkan sang Ibu, Riyadi pun kembali memikirkan keadaan adiknya, Sumarwan, yang juga aktivis IPM di Kabupaten Pacitan.
Pascabencana tanah longsor sinyal langsung hilang dan Riyadi pun tak dapat menghubungi adiknya yang pada saat itu sedang Diklat Mahasiswa Islam Pecinta Alam yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Ponorogo (Umpon).
Di hari berikutnya, Sabtu, (2/12/17), Riyadi memutuskan untuk mencari sang Adik di Umpon. Namun ia tak menemukannya. Akhirnya ia mendapat kabar bahwa lokasi diklat sang adik berada di Gunung Limo. Tak banyak berfikir ia pun langsung dan mencari dan mengajaknya pulang.
Karena jiwa relawan sudah mendarah daging apapun dilakukan Riyadi. Salah satunya mengirim logistik dari Pacitan kota ke desa-desa dengan jarak berpuluh-puluh kilometer.
Tak perduli dengan risiko yang akan ia dapatkan salah satunya adalah kemungkinan dipecat dari tempat kerjanya sebagai teknisi di kantor desa karena terlalu lama izin untuk menjadi relawan Muhammadiyah.
Riyadi tak kuasa menahan air mata. Ia menunjukkan satu-satunya benda yang tersisa yakni Kartu Keluarga (KK).
Meski dengan segala keterbatasan namun semangat Riyadi untuk membantu sesama korban dengan menjadi relawan Muhammadiyah dan rela dipecat dari kerjanya demi menjalankan misi kemanusiaan patut diacungi jempol.
Tapi alhamdulillah, sudah satu pekan ini Riyadi kembali kerja. Artinya ia selamat dari pemecatan. (Nia Ambarwati)