PWMU.CO – Beragama itu untuk membebaskan masyarakat dhuafa dan mustadzafin, yaitu kaum lemah dan yang dilemahkan. Jika tidak, maka itulah yang disebut sebagi pendusta agama yang akan celaka, seperti disindir Alquran.
“Berdasar surat Al Maun, beragama itu harus terwujud dalam gerakan membebaskan, memberdayakan, dan memajukan masyarakat dhuafa dan mustadhafin,” kata Dr Dyah Mutiarin MSi, dosen Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Dyah menyampaikan itu dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Majelis Pelayanan Sosial (MPS) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), di Ruang Sidang Gedung PWM DIY, Ahad (14/1/18).
Diskusi yang membahas tentang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial Muhammadiyah ini dilaksanakan untuk mempersiapkan materi Koordinasi MPS se-DIY, 4 Februari 2018 mendatang di kampus 4 Universitas Ahamad Dahlan (UAD).
Pimpinan Majelis dan Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah tingkat wilayah serta perwakilan MPS Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) se-DIY mengikuti kegiatan ini.
Dalam FGD itu Sri Harjanto dari Dinas Sosial DIY menjelaskan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) adalah seseorang atau keluarga yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya. “Dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani, dan sosial) secara memadai dan wajar,” urainya.
Doa menjelaskan, menurut Kementerian Sosial RI, saat ini tercatat ada 26 jenis PMKS antara lain anak balita terlantar, anak terlantar, anak yang berhadapan dengan hukum, anak jalanan, anak dengan kedisabilitasan, anak korban tindak kekerasan, anak dengan perlindungan khusus, lanjut usia terlantar, penyandang disabilitas, tunasusila.
Dalam paparannya, gelandangan, pengemis, pemulung, kelompok minoritas, bekas warga binaan lembaga pemasyarakatan, orang dengan HIV/AIDS (Odha), korban penyalahgunaan napza, korban trafficking, korban tindak kekerasan, dan pekerja migran bermasalah sosial (PMBS) juga termasuk dalam PMKS.
“PMKS lainnya adalah korban bencana alam, korban bencana sosial, perempuan rawan sosial ekonomi, fakir miskin, keluarga bermasalah sosial psikologis, dan komunitas adat terpencil,” jelasnya.
Sementara itu, Dyah Mutiarin menyampaikan peran dan tantangan Muhammadiyah dalam peningkatan kesejahteraan sosial. Menurutnya perlu dirumuskan peran dan fungsinya sebagai mitra kerja pemerintah dalam menyelesaikan berbagai masalah kesejahteraan sosial.
Menurutnya, road map MPS harus memperhatikan berbagai faktor, antara lain perubahan kebutuhan pelayanan sosial, isu kekinian (global, nasional, dan lokal), tren masa depan, potensi dan sumber daya yang dimiliki, serta envisioning Muhammadiyah (Islam berkemajuan).
Selamat berdiskusi, lalu bergeraklah! (Evan/TS)