PWMU.CO – Tiga tahun setelah kelahiran Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan sudah memandang media itu penting untuk menyalurkan dakwahnya. Suara Muhammadiyah, majalah pertama yang lahir tahun 1915, menjadi satu-satunya media informasi untuk seruan pemurnian agama Islam kala itu.
Namun, tidak banyak hal yang diberitakan di majalah tersebut lantaran pendiri gerakan amar makruf nahi munkar itu khawatir yang dilakukannya tidak diridhai oleh Allah dengan alasan riya.
“Karena takut riya itulah akhirnya Muhammadiyah dianggap tidak berbuat apa-apa,” jelas Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Nadjib Hamid saat menjadi Keynote Speech pada Pelatihan Jurnalistik dan Temu Netizen umsida.ac.id di Aula Siti Khodijah Kampus 4 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Kamis, (8/2/18).
Karena itu, kata Nadjib, Muhammadiyah dengan seluruh amal usahanya harus memberitakan segala hal baik di media,
“Dulu, media itu kalau ada berita buruk dianggap menarik, tetapi kalau berita baik dianggap biasa. Nah, hal tersebut tidak berlaku di Muhammadiyah,” ujar Pemimpin Umum Majalah Matan itu kepada mahasiswa, dosen, dan karyawan Umsida yang mengikuti acara itu.
“Semua yang ada di sini harus menjadi ‘humas’ yang memberitakan berbagai macam kegiatan Umsida,” imbuhnya sambil berharap berita di umsida.ac.id akan selalu update setiap hari bahkan setiap detik.
“Jangan bergantung pada satu bagian humas universitas saja. Bu Dian tidak akan mampu,” tandas penulis buku Fiqih Kekinian itu menyebut Kasi Humas Umsida Dian Raham Santoso.
Dengan begitu, tambahnya, Umsida dapat terus memberikan informasi sebanyak-banyak kepada masyarakat luas, agar semakin mendunia.
Usai sambutan kunci oleh Nadjib Hamid kegiatan dilanjutkan dengan diskusi panel yang menghadirkan praktisi media, yaitu Kasi Humas Umsida Dian Rahma Santoso, editor PWMU.CO Mohammad Nurfatoni, dan kolomnis dari Umsida Kumara Adji Kusuma. (Muzakki/Dian)
PWMU.CO – Tiga tahun setelah kelahiran Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan sudah memandang media itu penting untuk menyalurkan dakwahnya. Suara Muhammadiyah, majalah pertama yang lahir tahun 1915, menjadi satu-satunya media informasi untuk seruan pemurnian agama Islam kala itu.
Namun, tidak banyak hal yang diberitakan di majalah tersebut lantaran pendiri gerakan amar makruf nahi munkar itu khawatir yang dilakukannya tidak diridhai oleh Allah dengan alasan riya.
“Karena takut riya itulah akhirnya Muhammadiyah dianggap tidak berbuat apa-apa,” jelas Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Nadjib Hamid saat menjadi Keynote Speech pada Pelatihan Jurnalistik dan Temu Netizen umsida.ac.id di Aula Siti Khodijah Kampus 4 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Kamis, (8/2/18).
Karena itu, kata Nadjib, Muhammadiyah dengan seluruh amal usahanya harus memberitakan segala hal baik di media,
“Dulu, media itu kalau ada berita buruk dianggap menarik, tetapi kalau berita baik dianggap biasa. Nah, hal tersebut tidak berlaku di Muhammadiyah,” ujar Pemimpin Umum Majalah Matan itu kepada mahasiswa, dosen, dan karyawan Umsida yang mengikuti acara itu.
“Semua yang ada di sini harus menjadi ‘humas’ yang memberitakan berbagai macam kegiatan Umsida,” imbuhnya sambil berharap berita di umsida.ac.id akan selalu update setiap hari bahkan setiap detik.
“Jangan bergantung pada satu bagian humas universitas saja. Bu Dian tidak akan mampu,” tandas penulis buku Fiqih Kekinian itu menyebut Kasi Humas Umsida Dian Raham Santoso.
Dengan begitu, tambahnya, Umsida dapat terus memberikan informasi sebanyak-banyak kepada masyarakat luas, agar semakin mendunia.
Usai sambutan kunci oleh Nadjib Hamid kegiatan dilanjutkan dengan diskusi panel yang menghadirkan praktisi media, yaitu Kasi Humas Umsida Dian Rahma Santoso, editor PWMU.CO Mohammad Nurfatoni, dan kolomnis dari Umsida Kumara Adji Kusuma. (Muzakki/Dian)