PWMU.CO-Di dalam pesawat, Annisa Difa Tahnia tak sabar ingin segera mendarat di tanah Negeri Kanguru ini. Ini perjalanan pertamanya keluar negeri mengikuti Student Exchange Australia 2018. Dia berangkat Sabtu, 24 Februari lalu bersama 22 siswa peserta pertukaran pelajar di Australia.
Mendarat di Bandar Udara Tullamarine, Melbourne, sore hari. Difa dan rekan-rekannya menghirup udara dengan perasaan lega, mata berbinar, dan senyum ceria mengembang saat keluar pesawat. Badan bisa leluasa ditegakkan lagi setelah penat duduk selama tujuh jam di pesawat dari Jakarta.
Difa siswa kelas XI MIPA 2 bersama rombongan menuju Goulburn Valley Grammar School (GVGS) di Shepparton, kawasan pinggiran kota yang tenang. Gedung sekolah terdiri beberapa blok dengan halaman yang luas. Ada lapangan bola, areal parkir, dan danau penampung air hujan. Di sekolah inilah dia ditempatkan selama sepuluh hari, 24 Februari – 5 Maret 2018. Teman-teman lainnya ada yang ditempatkan di Lorne P12 College di kota berbeda.
Hatinya sempat gelisah menantikan masuk sekolah dan tinggal di rumah induk semang alias housemate yang menampungnya selama tinggal di kota itu. Dia hidup bersama keluarga barunya Mr Dough Norman dan Mrs Kristen Winzer, dan anaknya Megan, yang menjadi teman sekolahnya.
Lokasi rumahnya cukup jauh dari sekolah. Mereka tinggal di 1083 Sandmount Road, Katunga, Victoria 3640. Jaraknya 37 km. Dengan bus sekolah ditempuh 28 menit lewat jalan raya yang lebar dan lengang. Karena itu tidak pernah ada laju kendaraan padat merayap seperti lalu lintas di Surabaya.
”Waktu pertama kali bertemu memang saya agak canggung tetapi karena sambutan hangat mereka bisa mencairkan suasana, ” cerita Difa saat berbagi pengalaman setelah pulang di SMAMDA, Rabu (7/3/2018).
Mr Dough Norman dan Mrs Kristen Winzer orang tua yang baik dan sangat sayang kepadanya. Begitu juga Megan menganggapnya seperti saudara sendiri . “Pertama kali bertemu, Megan langsung memeluk saya, meskipun pertama kali bertemu seperti sudah lama kenal,” tutur Difa.
Keakraban ini yang membuatnya nyaman di rumah Megan. Saat tiba di rumah Difa langsung diajak makan malam bersama. ”Menunya meat pies dan pavlova, inilah makanan Australia pertama yang saya makan. Lezat rasanya karena memang perut sudah lapar,” katanya dengan tertawa. Meat pies seperti pastel berisi daging. Pavlova hidangan penutup berupa krim dengan taburan irisan buah stroberi, bluberi, anggur, kiwi.
Dia terkesan dengan Megan. Anak seusianya ini, menurut Difa, sosok siswa ideal. Rajin belajar, pandai mengatur waktu antara belajar dan bekerja. “Sepulang sekolah dia bekerja part time sebagai guru dance pada hari Senin, Kamis, dan Jumat. Sedangkan hari Selasa dan Rabu dia bekerja sebagai penjaga toko,” terangnya. Meskipun hanya bekerja selama 1,5 jam, dia sudah bisa mandiri secara finansial.
Megan benar-benar bukan anak manja. Belajar di sekolah selama 5 jam yaitu pukul 09.00 hingga 15.00. Sesudah itu dia bekerja. Difa juga sangat akrab dengan, Erin Winzer, adik Megan. Difa juga mengajarinya bahasa Indonesia.
Di keluarga ini ada kebiasaan menarik. Setiap malam, sebelum tidur ia mendapat pelukan dan ucapan selamat tidur dari Mrs Kristen, Megan dan Erin. Itu sudah menjadi tradisi di keluarga Megan sebelum tidur. Setiap pagi selalu disambut dengan sapaan, “Good morning, did you sleep well?”
Di sela waktu bersekolah di GVGS, ia diajak memetik buah bluberi, stroberi, merawat kambing dan memeras susu sapi di perternakan sendiri. Sewaktu mengobrol, keluarga Megan banyak bertanya tentang Indonesia, terutama Surabaya. Mereka bertanya bentuk rumah di Surabaya, jarak dengan tetangga, kemacetan hingga umur berapa boleh berkendara.
Selama enam hari ia tinggal di rumah Megan. Hari Jumat diadakan pesta perpisahan di GVGS. Tangis haru mewarnai acara perpisahan itu. Difa dan teman-temannya menangis saat berpisah dengan keluarga baru mereka. “Erin juga menangis, memeluk erat saya,” ujarnya.
Sabtu dan Ahad (2-3/3/2018) Difa dan rombongan berada di Kota Melbourne. Di sana mereka mempunyai tugas untuk jelajah kota mencari tempat yang sudah ditentukan. Lagi-lagi Difa mendapat pengalaman baru.
Sebagai ketua rombongan dia harus mengoodinasi teman-temannya dalam menemukan lokasi. Karena tak memiliki Myki Card, kartu untuk naik trem, Difa dan Azelia Putri Suwandari harus berjalan kaki sambil bertanya ke beberapa orang menuju lokasi Darling Garden dan Edinburgh Garden. Ia menghabiskan waktu hampir 1,5 jam untuk menemukan dua lokasi itu.
“Kaki rasanya pegel banget,” kenangnya. Setelah sampai lokasi Difa dan Azel berfoto dengan membawa kertas bertuliskan Aku Arek Smamda. Meskipun capai, Difa sangat bersyukur mendapat pengalaman tak terlupakan ini. (Puspitorini)