PWMU.CO – Ada banyak unsur kejutan menanti jamaah Manaya Indonesia saat mereka bergerak dari Mesir ke tujuan utama Al Aqsa di Palestina, Senin (4/3/2018) pagi. Saking dekatnya rombongan cukup berjalan kaki dari Hilton International Hotel menuju Taba Border, wilayah perbatasan yang indah berada di tepian pantai, Red Sea –Bahrul Ahmar (Laut Merah). Berikut adalah catatan Arifin BH, konsultan media dan penulis buku untuk PWMU.CO.
Pukul 08.00 waktu setempat jamaah Manaya Indonesia berjumlah 24 orang sudah menginjak tapal batas wilayah yang menyerupai bibir seorang gadis cantik. Berputar melingkar, meliuk tipis-tipis.
Antara serius dan tidak para penjaga di perbatasan Mesir sempat melempar senyum. Mohamed El Gendy, petugas travel yang ikut mengawal sejak dari Kairo melepas kami sampai di sini. Lelaki berpostur tinggi besar itu menyerahkan berkas peserta ziarah kepada Mukharam Khadafi –direktur travel umrah dan haji ManayaIndonesia. Khadafi untuk sementara mengambil alih kendali rombongan.
Posisi kami berada di belakang rombongan Philipina yang juga punya maksud sama, akan memasuki wilayah Palestina. “Inilah bentuk toleransi. Kita menghormati non muslim, karena posisi mereka lebih dahulu datangnya” bisik Abdul Adzim Irsad, dosen Fakultas Sastra Arab Universitas Negeri Malang.
Petugas imigrasi sangat cermat mengamati setiap orang. Lewat Gate 1 seperti tidak ada masalah. Dari bilik kaca seorang pria berbaju putih memanggil pimpinan Manaya Indonesia.
Dalam bahasa inggris dia meminta setiap orang agar mengangkat paspornya sambil berjalan memasuki rintangan sebuah pintu dorong otomatis. Batin saya dalam hati, “Ah, gampang amat cuma angkat paspor”.
Masuk Gate 2 mulai ketat. Petugas imigrasi Israel tidak hanya menggunakan mesin pemindai otomatis, tapi juga mengamati kami satu demi satu secara manual. Cara kerja pengamatan manual itu begini; ketika akan masuk X’ray ada satu orang imigrasi Israel melihat dan mengamati paspor seseorang.
Entah ilmu macam apa yang dimiliki petugas ini, karena hanya membandingkan antara foto paspor imigrasi dengan wajah asli secara kasat mata dia bisa “menghentikan” langkah si pemilik paspor. Paspor ditahan lalu pemilik paspor diberi secarik kertas warna merah atau putih. Saya tidak mengerti apa maksud dari kedua warna tersebut.
Saya melirik ada empat personal dari grup ManayaIndonesia yang mengalami masalah di Gate 2. Mereka adalah Mukharam Khadafi, Abdul Adzim Irsad, Ustaz H. Ahmad Muzakky Al Hafidz –Imam Masjid Al Akbar Surabaya, dan Abdul Hakim peserta dari Bandung. Selain ditahan paspornya –untuk sementara, mereka harus mengikuti aturan setempat, yakni diinterogasi oleh orang yang pertama melakukan pemindaian secara manual tadi.
Hebatnya lagi, petugas pemindai tersebut tidak melempar kasus ini ke orang lain. Dia tangani sendiri pemeriksaan demi pemeriksaan terhadap empat sahabat saya itu sampai semuanya tuntas.
Beberapa sahabat yang sudah dinyatakan “clear” dari Gate 2 langsung masuk X’ray Gate 3. Lolos pemeriksaan Gate 3 masih harus antre di loket terakhir untuk melayani wawancara dari petugas perempuan.
Tiga loket, semuanya berisi petugas perempuan tanpa sedikit pun senyum. Sambil mencocokkan foto paspor, mereka bertanya; berapa lama rencana tinggal di Palestina, bersama siapa perginya, siapa nama bapak kandung, ibu kandung dan ditanyakan pula nama kakek….
Saya bersama beberapa peserta ziarah menunggu cukup lama di ruangan lain. Saya tidak mengerti apa yg terjadi terhadap empat sahabat di ruang interograsi. Suasana menegangkan…
Melelahkan namun menyenangkan…. selanjutnya halaman 2