PWMU.CO-Sejak pagi, suasana kelas V Al Wahhab SD Muhammadiyah 8 Surabaya terlihat sedikit tegang, Jumat (23/3/2018). Hampir semua siswa menggerak-gerakkan bulpoin di atas kertas HVS sambil memegangi kepala masing-masing. Tidak sedikit dari mereka juga sampai terdengar menarik nafas panjang, seperti orang sedang bingung. “Ayo dikerjakan!” perintah Ibu Guru Siti Jumaliah kepada anak didiknya.
Ya, pagi itu Siti Jumaliah memang tengah menugasi murid-muridnya untuk membuat cerita fiksi di atas kertas HVS. Tugas mengarang bagi sebagian besar siswa merupakan suatu beban berat. Mereka lebih suka menjawab pertanyaan atau soal dari buku paket, dari pada harus mengarang. Tak heran bila, hampir dari semua siswa seperti kebingungan, padahal tema mengarang yang diberikan ditetapkan bebas dalam waktu 2 jam
“Kok masih bengong. Ayo dikerjakan. Ibu ingin tahu potensi Kalian dalam menulis cerita,” suruh Si lagi.
Begitu diperintah lagi, beberapa siswa terlihat mulai mengerjakan tugasnya, sementara siswa lain masih juga diam sambil bengong. Tapi ada juga sebagian yang justru memilih cara lain dengan melirik pekerjaan temannya seperti ingin mencontoh. Sebagian lagi ada yang terlihat merenung seperti ingin mencari inspirasi. “Bu, kertasku kurang,” keluh Khansa, salah satu siswa yang sudah memulai mengerjakan lebih dulu.
“Ya Bu, kertasku juga,” sahut beberapa siswa lain hampir bersamaan.
Bu Siti berdiri dan membagikan beberapa lembar kertas HVS pada siswa yang kekurangan kertas untuk menulis tugas buat cerita fiksi. Semua siswa melanjutkan kembali karangannya. “Bu, Saya satu lembar saja ya,” kata Obi. “Sudah kehabisan pikiran,” dalih dia.
“Lho, pikiranmu kemana? Kok habis?” goda Bu Siti. Obi tersipu malu. “Ayo, digali terus imajinasinya, waktunya masih lama.,” pinta Bu Siti.
Saat waktu yang telah ditentukan usai, siswa secara bergiliran membaca hasil karyanya di depan kelas. “Ini baca apa nggremeng (bicara lirih, Red)?”gumam Abiyyu ketika Nadiyah, siswi paling pendiam dan pemalu di kelas mendapat giliran membacakan hasil karyanya.
“Nad (Nadiyah, Red), gak dengar!” seru Obi. Nadiyah tidak menghiraukan teguran teman-temannya. Dia tetap membacakan hasil karyanya hingga selesai.
Berikutnya, giliran Satrya. Dengan penuh percaya diri, Satrya membacakan hasil karyanya dengan tema permainan tradisional. Suaranya yang lantang, mampu membuat teman-temannya terdiam untuk mendengarkan kisahnya. “Hahaha..boy-boyan,” celetuk Abiyyu menggoda sambil tertawa ketika mendengar Satrya mengucapkan kata-kata “bermain boi-boian”.
Satrya tetap melanjutkan kisahnya. Dikisahkan, setelah shalat maghrib, mereka bermain boi-boian memakai sandal bapak-bapak yang sedang mengaji di mushola. Mereka bermain sangat seru sambil teriak-teriak. Teriakan mereka mengganggu bapak-bapak yang sedang mengaji. Mereka pun ketahuan kalau memakai sandal bapak-bapak untuk bermain. “Karena ada sandal yang pasangannya hilang, ternyata hanyut di sungai,” cerita Satrya yang dilangsung diikuti tawa dari teman-temannya karena menarik dan lucu.
Bagai tak peduli, Satrya tetap terus melanjutkan kisahnya meski diwarnai suara tawa hingga selesai. Beberapa siswa memberi komentar, tetapi tidak terdengar jelas karena diselingi dengan tertawa terpingkal-pingkal. “Satrya, engkau memang hebat,” komentar temannya. (Lia)