PWMU.CO – Dengan mengubah pemahaman bahwa berinfak bukanlah sisa uang saku, tetapi sesuatu yang sudah diniatkan sejak di rumah, siswa SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik berhasil mengumpulkan donasi yang cukup besar. Rata-rata mencapai Rp 19 juta per bulan.
Pembiasaan berinfak dilakukan tiap pagi sebelum aktivitas pembelajaran dimulai dan usai melaksanakan jamaah shalat Dhuhur dan Asar di Masjid At Taqwa yang berada di lingkungan sekolah.
Kotak-kotak infak—disebut juga portal infak—diletakkan berjajar di halaman sekolah. Ketika para siswa memasuki pintu gerbang, mereka disambut dengan portal infak itu sehingga siswa harus berhenti dan memasukkan uang. Portal infak sudah diberi label sesuai dengan nama kelas yang ada.
Petugas IPM yang berjaga sudah menyiapkan uang pecahan jika ada siswa ingin minta kembalian. Kebanyakan siswa berinfak Rp 1.000 sampai Rp 10 ribu.
Pembiasaan ini terus diajarkan pada diri siswa sehingga mereka bisa menyisihkan uang untuk bisa didistribusikan ke Lazismu Kantor Layanan GKB Gresik.
Empat sekolah di bawah naungan Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB Gresik, yaitu SD Muhammadiyah 1 GKB, SD Muhammadiyah 2 GKB, SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik, dan SMA Muhammadiyah 10 GKB Gresik memiliki pembiasaan dengan nama Gerakan Seribu untuk siswa dan guru. Nominal seribu tersebut adalah jumlah minimal, kalau mau lebih itu haknya penginfak.
Pembiasan yang ditanamkan empat sekolah ini menjadi motivasi pihak Lazismu untuk bisa menyalurkan uang infak siswa melalui program-program yang diadakan. Program pendistribusian, baik berupa penyerahan sembako, beasiswa, santunan fakir miskin, santunan untuk biaya berobat, santunan untuk orang sakit, dan juga bedah rumah.
Pada setip program yang diadakan, Lazismu akan selalu mengajak siswa dari perwakilan empat sekolah secara bergantian tiap pekannya untuk mendistribusikan uang hasil infaknya.
“Siswa akan diajak secara langsung dalam menyalurkan hasil pemerolehan infak ke masyarakat yang membutuhkan,” papar Yugo Triawanto MSi, Waka Kesiswaan, kepada PWMU.CO, Senin (2/4/18).
Hal ini, menurutnya, supaya mereka mengetahui bahwa uang hasil infak siswa benar-benar didistribusikan. “Yang lebih penting lagi, siswa bisa belajar tentang rasa empati terhadap orang-orang yang membutuhkan. Bisa berupa santunan fakir miskin, pemberian sembako, beasiswa, atau juga untuk biaya berobat bagi warga yang kena sakit kronis,” tambahnya.
Yugo menjelaskan, pembiasaan berinfak tiap hari yang dilakukan siswa bukan sesuatu yang menjadi beban. “Mereka terus diberikan pemahaman, baik dalam pembelajaran di kelas maupun tausiyah di masjid setelah shalat berjamaah,” terang dia.
Pembelajaran karekter berinfak, tegas Yugo, harus ditanamkan sejak dini sehingga para siswa memiliki rasa empati terhadap orang lain yang sangat membutuhkan.
Pernyataan Yugo diamini Ega Nandana Rafif, Ketua Pimpinan Ranting IPM SMPM 12 GKB. “Kami tidak ada beban ketika ada gerakan seribu tiap hari di sekolah. Malah, kami bersemangat tidak berinfak seribu tetapi lebih karena dengan besarnya uang yang kita infakkan akan bisa membantu orang-orang yang membutuhkan,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Raihan Haidar, siswa kelas VII SMPM 12 GKB. Menurutnya, pembiasaan infak sangat penting untuk pembelajaran karakter berbagi dengan sesama. “Selain itu, yang lebih penting adalah kita pun akan diajak pihak Lazismu untuk ikut serta dalam mendistribusikan hasil infak kami,” ucapnya. (Ichwan Arif)