PWMU.CO – Model pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan 21st century school (sekolah abad 21) hanya akan terwujud jika terjadi pergeseran pola pikir dan pola tindak dalam berbagai konteks penyelenggaraan proses pendidikan dan pengajaran.
Mohamed Hafiz bin Othman menyampaikan hal ini dalam “International Training on Education – Training of Trainer for Islamic Education Leaders” yang diselenggarakan Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur di Grand Whiz Hotel Trawas Mojokerto, Selasa (10/4/18).
“You must trust the children know more than you,” ujarnya ketika menyampaikan materi Future School kepada peserta.
Principal Consultant Irsyad Trust Ltd tersebut menjelaskan, ada lima pergeseran kunci dalam pendidikan. Pertama, mindset classroom sebagai tempat belajar siswa bergeser menjadi borderless (tanpa batas). “Siswa bisa belajar di mana saja yang membuat mereka lebih interest belajar,” jelasnya.
Selain itu, Hafiz mengatakan, sistem belajar group-based mulai bergeser menjadi personalized, yang berarti siswa bisa belajar di mana pun, tidak harus berkumpul.
Dari aspek lain, lanjut Hafiz, pembelajaran yang awalnya teacher-centered harus bergeser menjadi resource-based. “This strategy, where students construct meaning through interaction with a wide range of print, non-print, and human resources,” paparnya.
Maksudnya, siswa membangun pemahamannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar baik cetak, non-cetak, maupun orang. “Jadi, lebih fleksibel dalam penggunaan waktu dan ruang belajar,” tambah Hafiz.
Hal lain yang mengalami pergeseran paradigma adalah subject focussed (fokus ke mata pelajaran). “Pembelajaran saat ini sudah waktunya bergeser menjadi multi-disciplinary yang lebih fleksibel,” jelasnya.
Hal ini menyebabkan guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan lainnya, bahkan dengan kehidupan siswa serta keadaan lingkungan sekolah dan siswa berada.
Aspek terakhir yang mengalami pergeseran yakni dari content comsumption menjadi new knowledge creation. “To enable and encourage knowledge sharing. This includes the notion of creating an interplay between knowledge and knowing,” ujar Hafiz bersemangat.
Ia menjelaskan, pergeseran ini untuk mengaktifkan dan mendorong berbagai pengetahuan, termasuk gagasan menciptakan interaksi antara pengetahuan dan apa yang diketahui.
“It implies offering relevant courses and education, but most importantly allowing new knowledge to be created through interaction, practice, and experimentation,” lanjutnya.
Maksudnya, hal ini berarti menawarkan pendidikan yang relevan, yang memungkinkan pengetahuan baru diciptakan melalui interaksi, latihan, dan eksperimen. (Vita)
Discussion about this post