PWMU.CO – Memahami Hadits secara sepotong-potong dapat mengakibatkan produk fiqih yang tidak proporsional. Misalnya tentang hukum musik, lukisan, wanita berziarah kubur, shalat di kendaraan, dan sebagainya. Hadits harus dipahami secara menyeluruh.
Demikian Ustadz Dr Zainuddin MZ, pakar Hadits yang juga aktivitas Muhammadiyah yang kini menjadi tenaga ahli di lingkungan Pemerintahan Arab Saudi dan bermukim di Madinah.
“Bahwa musik haram itu memang ada Haditsnya. Dan shahih. Jika mengacunya hanya Hadits itu maka hukum musik memang haram. Tetapi, ada Hadits lain yang menunjukkan Nabi membolehkan musik. Untuk itu hukum musik adalah boleh,” karta mantan dosen UIN Sunan Ampel itu menyampaikan hal di atas di Masjid Al Millah Sidoarjo, Sabtu (5/5/18).
Dikatakan, pada saat Lebaran, Nabi pulang disambut dengan alunan seruling. Melihat hal itu Abu Bakar marah karena menganggap musik itu perbuatan setan. Tetapi Nabi menganggap tidak apa-apa.
“Biasanya teman-teman yang mengharamkan musik akan bilang itu khusus karena hari raya. Maka musik boleh. Sekarang bagaimana kalau pakai mafhum mukhalafah. Jika di hari raya saja boleh, apalagi hari biasa,” katanya.
Saat Nabi hijrah dari Mekah ke Medinah juga disambut musik yang terkenal dengan lagunya thala’al badru. Nabi membiarkan. Hal itu menunjukkan bahwa musik boleh. “Biasanya teman-teman yang mengharamkan musik akan menyatakan untuk jenis terbang atau rebana boleh. Padahal saat itu memang genre musiknya itu. Kalau ada gitar mungkin juga pakai gitar,” katanya.
Dia bercerita tentang temannya yang mengharamkan musik. Tetapi handphone-nya mengeluarkan nada musik. “Saya bilang nada panggil itu juga musik. Tapi dia jawab ini bel. Ya sudah,” katanya.
Menurut dia, musik yang haram itu adalah musik yang bernuansa teologis. Musik untuk ritual. Zaman dulu ada kelompok masyarakat yang kalau melakukan ritual pakai musik,” tegasnya.
Ziarah kubur
Zainuddin saat di Medinah pernah ditanya jamaah umrah asal Indonesia tentang hukum wanita berziarah kubur. Wanita itu bimbang karena dalam buku kecil yang dibagikan pemerintah Arab Saudi dituliskan bahwa wanita ziarah kubur hukumnya haram.
Tulisan di buku kecil itu benar adanya karena dasarnya Hadits yang shahih. Kalau hanya pegang Hadits itu maka ziarah kubur bagi wanita hukumnya haram. Tetapi, katanya, ada Hadits lain yang menceritakan Ummu Salamah yang berziarah kubur di makam suaminya, Abu Salamah di kompleks makam Baqi di Medinah. Nabi tidak melarang. Hanya Nabi menyuruh Ummu Salamah bersabar. Karena ada dua Hadits yang sama-sama Shahih itu maka hukum ziarah kubur bagi wanita adalah boleh.
Yang diharamkan dalam ziarah kubur itu meminta-minta kepada arwah ahli kubur. Dikatakan, ziarah kubur rawan karena bisa mengelincirkan akidah. Untuk itu Nabi memberi rambu-rambu bahwa ziarah kubur untuk mendoakan ahli kubur. Mengingatka kita juga akan mati tanpa membawa semua yang kita cintai. Untuk meningkatkan kualitas iman kita.
Lukisan
Terkait dengan bahwa lukisan makhuk bernyawa itu haram, Zainuddin menyatakan itu juga memiliki dasar Hadits shahih. Jika hanya pakai pedoman satu Hadits itu maka lukisan haram. Tetapi ada Hadits lain di mana Nabi membolehkan.
Aisyah menempelkan lukisan binatang di dinding tempat Nabi shalat. Karena persis di depan saat shalat, Nabi menyuruh memindah. Nabi hanya menyuruh memindah karena mengganggu konsentrasi. Bukan disobek atau tidak boleh dipajang lagi.
“Saya bilang ke teman-teman yang mengharamkan lukisan seharusnya mereka tidak foto. Tap dia jawab kalau foto boleh. Ini tidak tepat karena foto itu juga lukisan yang dihasilkan pakai teknologi. Mestinya dia juga tidak boleh lihat teve atau video karena itu juga lukisan yang diberi animasi,” katanya.
Zainuddin mengatakan, lukisan maupun patung yang haram itu adalah yang dimuati teologis misalnya untuk pemujaan. (Ano)