PWMU.CO-Sebagai organisasi pembaharuan, Muhammadiyah sudah sepatutnya memodifikasi dakwah sesuai dengan zamannya. Aktualisasi jihad digital di era sekarang harus menjadi pusat perhatian agar persyarikatan ini tetap diminati generasi kini.
Tema ini dibahas oleh pemakalah Maharina Novia Zahro dari Pimpinan Pusat IPM dalam Tadarus Pemikiran JIMM-PSIF di UMM, Kamis (24/5/2018).
Jihad digital, kata Maharina, salah satunya dilakukan melalui literasi. Menurut dia, literasi di Indonesia kian hari memang sudah meningkat. ”Di Muhammadiyah sendiri gerakan literasi telah dikawal oleh Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” katanya. Mulai diadakannya Kopdar Literasi seluruh pustaka bergerak hingga Gerakan Wakaf Buku.
Rina, sapaannya, lantas mencontohkan tokoh muda Muhammadiyah yang cukup aktif di media sosial dan cukup berpengaruh dalam gerakan jihad digital. ” Fahd Pahdepie. Dia adalah kader muda Muhammadiyah yang cukup populer hingga memiliki 50,6 ribu followers,” ujarnya.
Kehadiran Fahd, kata dia, menjadi sebuah inspirasi bagi anak muda, khususnya aktivis Muhammadiyah. ”Maka, butuh Fahd-Fahd lain yang bermunculan untuk memberikan pengaruh positif bagi warganet,” terangnya.
Fahd Pahdepie merupakan salah satu kader IMM yang punya jiwa literasi tinggi. Buktinya, beberapa karya bukunya sudah terbit seperti novel terbaru Hijrah Bang Tato.
Sementara itu, M. Ibnu Rizal dari IMM Tamaddun FAI UMM membahas soal big data. ”Muhammadiyah saat ini tengah dihadapkan dengan era baru yang disebut Rhenald Khasali dalam bukunya Disruption sebagai peradaban uber,” katanya.
Peradaban uber, kata dia, mengubah dunia lama menjadi dunia baru. Semua itu terjadi menurut Khasali disebabkan kemajuan teknologi. Tidak hanya sampai di situ, saat ini segala sesuatu bisa menjadi real time. ”Data bisa secepatnya langsung terolah dalam big data dan secepat itu pula dapat disimpulkan dan ditindaklanjuti,” ujarnya.
Soal big data, Muhammadiyah tidak boleh tinggal diam dalam meresponnya. Kesempatan emas bagi Muhammadiyah dalam mengembangkan sayap gerakan dakwahnya menggunakan big data. ”Zakiyudin menegaskan bahwa dengan membangun big data tentunya akan mempermudah kerja-kerja dakwah Muhammadiyah,” katanya.
Rizal menyarankan big data ini bisa dimanfaatkan Muhammadiyah dalam membangun amal usahanya. ”Sehingga perbedaan kualitas AUM satu dan lainnya bisa cepat teratasi,” katanya.
Pemakalah yang lain, Ahmad Basyiruddin dari IPM Jateng, memberikan otokritik terhadap gerakan dakwah digital Persyarikatan yang kurang masif. Dilihat salah satunya dari website official. Misalnya, posting Instagram @lensamu 1,165 sedangkan @nahdlatuloelama 1,923.
Oleh karena itu, dia lantas menawarkan solusi seperti komunitas desain dan IT sebagai upaya dakwah kekinian Muhammadiyah. ”Ini adalah bagian kultural yang harus dibentuk dalam support branding Muhammadiyah,” tuturnya.
Komunitas desain dan IT juga sebagai wadah untuk memfasilitasi kader yang memiliki skill dalam desain dan IT. ”Semakin banyak komunitas, maka secara tak langsung semakin naik pula traffict Muhammadiyah di dunia maya,” katanya. (Achmad San)