PWMU.CO-Marilah kita bersyukur karena telah melewati bulan tarbiyah atau bulan pendidikan. Mendidik kita menjadi orang yang sabar, jujur, amanah dan semangat untuk taqarub, berdzikir dan istighfar kepada Allah.
Hal itu disampaikan oleh Ir Abu Zahro saat menjadi imam dan khotib shalat Id di Lapangan Zakunar, Panji Situbondo, Jumat (15/6/2018).
Shalat ini terselenggara atas kerja sama Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Panji dengan Takmir Masjid Al-Manar Perumahan Panji Permai.
Abu Zahro mengatakan, menumbuhkan rasa takut kepada Allah merupakan kemestian untuk kita. Rasul berpesan janganlah kalian seperti orang- orang ahli kitab dari sebelum kalian, terlalu panjang angan-angan mereka sehingga menjadikan hatinya keras seperti batu, kebanyakan dari mereka termasuk orang-orang yang fasik. “Tidak mungkin orang mulia dan bahagia hidupnya ketika rasa takut tidak ada dalam jiwanya,” tegas Abu Zahro yang selalu berapi-api dalam berkhotbah.
Panjang angan-angan menyebabkan seseorang melupakan dzikir kepada Allah. Apa yang dilakukan yang penting puas. Tumbuhkan rasa takut dalam jiwa, karena sebulan Ramadhan telah menumbuhkan rasa takut sehingga kita berhati-hati dalam berucap dan berbuat.
“Takutlah jika pahala amal puasa kita, qiroayul Quran kita, ternyata tidak diberikan Allah. Jadikan tarbiyah Ramadhan untuk menumbuhkan rasa takut menghadapi sebelas bulan selanjutnya,” ujar pria asal Banyuwangi ini.
Panjang angan-angan atau wahn adalah cinta dunia dan takut mati, karena persiapan tiak ada dan disibukkan dengan dunia. Tidak ada satupun ayat Quran memuliakan dunia. Rasul pun menyatakan dunia itu terkutuk, tercela, dan terhina. Dunia adalah perhiasan dan banyak orang tertipu dengan kehidupan dunia ini sehingga mengabaikan kehidupan akhirat.
Ingatlah sesungguhnya hidup ini tidak dibiarkan begitu saja sia- sia. Hidup ini tidak abadi dan diminta pertanggung jawaban. “Nabi menyatakan dalam sabdanya, tidak akan bergeser kaki anak Adam di mahsyarnya Allah sebelum ditanyakan tentang empat hal yaitu umur, masa muda, ilmu, dan harta,” ungkap pria yang juga Ketua Pimda Tapak Suci Banyuwangi ini.
Kemudian Abu Zahro mengisahkan, Ali bin Abi Rabbah pernah bertanya kepada Abu Dzar Al Ghifari yang selalu berdoa lama sekali sambil meneteskan air mata dan tubuhnya bergetar. Apakah permohonannya?
Abu Dzar menjawab, aku memohon kepada Allah agar dimatikan sebelum datang dua hari malapetaka yakni yaumul balak dan yaumul auroh. Yaumul balak adalah hari-hari kaum muslimin saling mencela, menghina, memaki, bahkan saling membunuh serta yang berbuat tidak merasa takut sama sekali kepada Allah. Yaumul auroh adalah hari-hari dimana anak-anaknya kaum muslimin membuka aurat di depan umum, di jalan- jalan raya tanpa ada rasa takut kepada Allah.
Ali bin Abi Rabbah bertanya kalau aku yang menemui bagaimana? Abu Dzar menjawab bertakwalah kepada Allah, dirikanlah shalat, karena shalat bisa mencegah perbuatan keji dan munkar. Menumbuhkan rasa takwa kepada Allah, kerjakan semua perintah Allah, dan larilah sejauh-jauhnya dari kemaksiatan.
Shalat merupakan kunci untuk terhindar dari yaumul balak dan auroh. “Ketika ahli shalat masih suka mencela dan menghina maka tanyakan kualitas shalatnya. Ketika shalat kita masih belum bisa membuat kita menahan amarah dan lisan, maka tanyakan pada diri sendiri, seperti apakah shalat kita,” tanya pria yang juga anggota Majelis Tabligh PDM Banyuwangi ini.
Shalat seharusnya menumbuhkan seseorang menjadi insan yang mulia. Perhatikanlah doa di antara dua sujud. Dosa diampuni, derajat diangkat, rezeki dicukupi, maka kurang apa di dalam shalat. Mari perbaiki kualitas shalat kita,” ajak Abu Zahro. (Sugiran)