PWMU.CO – Harus diakui bahwa pelajar sekolah tingkat menengah merupakan sosok remaja yang sedang mencari jati diri. Tak heran, selain memunculkan optimism luar biasa, mereka juga tidak lepas dari banyak ancaman sosial yang mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu ancaman itu adalah radikalisme dan terorisme.
Demikian disampaikan Komandan Distrik Militer (Dandim) 0816 Sidoarjo Kol Inf Fadli Mulyono SIP saat mengisi Forum Ta’aruf dan Orientasi (Fortasi) SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Sidoarjo, (18/7). Pelajar, kata Fadli, rentan terdoktrin paham radikalisme karena sifatnya yang sebagian masih labil. “Radikalisme bertentangan dengan Pancasila, dasar negara dan pedoman hidup berbangsa dan bernegara,” tegasnya.
Karena itu, Fadli berpesan agar pelajar Muhammadiyah memperkuat wawasan kebangsaan dan cinta tanah air. Pelajar juga harus membentengi diri dari pengaruh paham radikalis dengan cara belajar agama dengan benar. “Tidak ada agama manapun yang mengajarkan dan membenarkan radikalisme dan terorisme,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Fadli juga mengungkap fakta yang mengejutkan tentang penyebaran faham radikalisme. Ternyata ia sangat massif tersebar melalui berbagai media. Sesuai media penyebarannya, faham radikal disebarkan lewat internet dengan prosentase mencapai 60 persen. Kemudian disusul media televisi di urutan kedua dengan 33 persen, dan media cetak dengan 7 persen.
“Internet menjadi media paling ampuh, murah, dan paling massif dalam menyebarkan radikalisme,” terang pria yang pernah bertugas menjaga perdamaian di Lebanon itu. Dengan demikian, jelas Fadli, sesungguhnya remaja berada dalam bayang bahaya radikalisme karena hampir tidak ada remaja yang tidak memegang HP.
Pada saat yang sama, hampir bisa dipastikan tidak ada remaja ber-HP yang tidak bersambung ke jaringan internet. Jika tidak bijak, kata Fadli, justru orang mengundang radikalisme dalam diri mereka, terutama melalui HP. “Bahkan kita rela membayar untuk mendatangkan radikalisme melalui HP kita,” ulas pria kelahiran Palembang ini.
Remaja menjadi kelompok yang terpapar radikalisme, jelas Fadli, karena paling mudah dibentuk. Juga permasalahan lain terkait sosial ekonomi masyarakat. “Bonus demografi jika tidak dimanajemen dengan benar akan melahirkan radikalisme,” tegas mantan Kepala sekolah militer di Bandung sambil berharap pelajar Smamda menjadi pelopor Muslim yang rahmatan lil’alamiin. (r6)