PWMU.CO – Untuk mempermudah pelaksanaan tugas dan wewenangnya, seorang pemimpin perlu mempunyai gaya pendistribusian tugas yang dalam hal ini dapat disebut juga sebagai pola kepemimpinan.
Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Gresik Ir Dodik Priyambada SAkt menjelaskan pentingnya memahami pola kepemimpinan dalam kegiatan pembinaan guru dan karyawan di SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik, Sabtu (18/8/18).
Pemimpin yang dimaksud, kata Dodik, tidak hanya untuk kepala sekolah, tapi juga untuk wakil kepala sekolah, ketua/koordinator tim, dan sebagainya. “Karena sejatinya, kita semua adalah pemimpin,” ucapnya.
Ia menjelaskan 5 pola kepemimpinan. “Pertama, kepemimpinan Laissez-Faire. Maksud dari frase Perancis ini berarti ‘leave it be‘ (pembiaran). Pemimpin pola ini asyik dengan diri sendiri,” jelasnya.
Pola yang lain, lanjutnya, adalah otokratis (kekuasaan mutlak) yang efektif untuk pekerjaan rutin dan tenaga kasar.
“Ada juga pola partisipatif (demokratis), pola transaksional, dan transformasional,” kata Dodik.
Menurutnya, jenis kepemimpinan yang paling sesuai untuk manajemen sekolah adalah kepemimpinan transformasional. “Ciri pemimpin yang transformasional, salah satunya punya kharisma yang dirasakan oleh anggota tim dan mempunyai suatu kekuatan dan pengaruh,” ujarnya.
Selain itu, pemimpin yang transformasional juga mempunyai inspirasi, sehingga bisa membangkitkan ekspektasi yang tinggi terhadap anggota tim. “Pemimpin transformasional ini juga mempunyai stimulasi intelektual yang mendorong ide-ide bawahan untuk mengembangkan rasionalitas. Ia juga menghargai perbedaan setiap individual,” paparnya.
Di akhir paparannya, Dodik menyampaikan rejuvenasi (peremajaan) layanan sekolah berbasis experiential marketing, yakni pendekatan pemasaran yang melibatkan emosi dan perasaan konsumen dengan menciptakan pengalaman–pengalaman positif yang tidak terlupakan.
Agar dapat masuk ke dalam experiential marketing, perlu untuk melibatkan sebanyak mungkin indra (senses). “Menampilkan secara mencolok dengan unsur-unsur visual yang kuat, seperti situs web dan media visual,” jelasnya.
Selain itu, dibutuhkan juga feel (rasa) dan think (pikiran yang logik). “Ini harus diimbangi dengan informasi prestasi sekolah, guru-guru profesional, serta media pembelajaran yang efektif,” tegas Dodik.
Faktor lain diperlukan dalam experiential marketing adalah act (aksi) dan relate (keterkaitan). “Biarkan pelanggan berinteraksi dengan kita. Berikan interaksi yang paling mengesankan bagi siswa, orangtua, dan masyarakat,” tuturnya. (Vita)