PWMU.CO – Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Banyuwangi menyelenggarakan shalat Idual Adha di halaman PT Dasco Land yang terletak di Desa Banyuwangi, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Rabu (23/8/18).
Jarak yang cukup jauh—kurang lebih 2 kilometer dari lokasi pemukiman penduduk desa Banyuwangi—tidak menyurutkan langkah sekitar 300 jamaah untuk untuk melaksanakan shalat Idul Adha di situ.
Bendahara Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya Drs Muhammad Syaiful
bertindak sebagai imam dan khatim.
Ustadz Syaiful—panggilan akrabnya—mengawali khutbahnya dengan Kisah Abu Bakar Assiddiq. “setiap pagi selesai shalat subuh Abu Bakar tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan beliau ke suatu tempat,” ujarnya mengawali cerita.
Peristiwa itu terus berulang setiap pagi dan menjadi perhatian Umar bin Khattab “Ke manakah perginya Abu Bakar,” tanya Umar penasaran.
Maka Umar pun mengikutinya secara diam-diam. Ternyata dia melihat Abu Bakar masuk ke sebuah gubuk. Dia pun mengikutinya. Setelah Abu Bakar keluar, Umar pun masuk ke gubuk teresbut.
Di gubuk itu dia dapati seorang wanita tua renta yang buta. “Wahai Ibu, siapa yang datang tadi?” tanya Umar, mengetes.
“Setiap hari orang itu datang memasakkan dan memberiku makan.” jawab ibu tadi.
Umar kemudian menemui Abu Bakar dan menanyakan perihal tersebut. “Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk memperhatikan orang miskin,” jelas Abu Bakar pada Umar.
Dari peristiwa itu, Syaiful menjelaskan, ada dua pelajaran penting yang bisa diambil. “Pertama, gerakkan tanganmu untuk melakukan kebaikan. Keluarkan sebagian rezekimu. Bershadaqahlah setiap pagi karena malaikat berdoa agar kita dilapangkan rezeki,” jelas dia.
Syaiful mengatakan, manusia kadang masih berpikir untuk kepentingan pribadinya. Tidak berpikir untuk orang lain, apalagi orang miskin.
“Kedua, kebaikan itu harus dilakukan dengan istiqamah. Harus terus-menerus dilaksanakan dengan ikhlas. Sesuai janji Allah dalam Surat Alfushilat ayat 30-31” terang dia.
Tentulah, sambungnya, istiqamah sangat berat dilakukan. Oleh karena itu, butuh perjuangan dan pengorbanan.
Syaiful lalu memberikan dua contoh soal keistiqamahan itu. Pertama, tentang pemuda bernama Hanzalah yang berkomitmen harus ikut perang, setiap ada perintah itu.
“Suatu saat, Hanzalah sedang bersenang-senang dengan istrinya. Tiba-tiba Ada panggilan jihad. Seketika itu dia langsung pamit untuk berjihad. Namun, Allah berkehendak lain. Hanzalah wafat dalam perang. Ditemukan jasadnya dalam kondisi basah kuyup. Kemudian para sahabat menyampaikan kepada Rasulullah” kisah dia.
“Kata Rasul, Hanzalah telah dimandikan oleh malaikat. Inilah kondisi jasad seorang pemuda yang istiqamah dalam berjihad,” tambahnya.
Kisah kedua, tentang seorang gadis sudah berkomitmen jika mendengar adzan ia akan segera melaksanakan shalat.
Suatu ketika, kata Syaiful, gadis itu menikah. Setelah Maghrib dia harus dirias. “Tiba-tiba terdengar adzan Isya kemudian sang gadis pamit kepada ibunya,” katanya.
“Jika ibu ingin saya cantik di hadapan manusia, maka aku ingin cantik di hadapan Allah,” kata Syaiful menirukan gadis tadi.
“Kemudian dia melaksanakan shalat Isya. Di rakaat keempat, pada sujud terakhir, gadis tadi meninggal dunia dengan husnul khatimah,” jelasnya.
Syaiful menegaskan, “Amal kebaikan apa yang kita lakukan, maka mari kita lakukan secara istiqomah.” (Musyrifah)