PWMU.CO – Dalam Islam, ada tiga perkara yang sudah ditetapkan Allah SWT pada manusia. Berapa rezeki yang didapat, siapa jodoh, dan kapan kita mati, sudah ditentukan bahkan sejak sebelum kita dilahirkan.
Tiga perkara ini yang kemudian diistilahkan sebagai takdir sunatullah bagi makhluk. Tetapi, takdir tidak semata sesuatu yang given—ada dan melekat begitu saja dalam kehidupan manusia.
“Tetap ada hukum sebab-akibat di balik takdir yang kita terima. Yang terjadi pada kita tidak datang begitu saja,” demikian Ustadz Ir Agus Mustofa, dalam Kajian Dua Bulanan Masjid Nurul Hidayah Pimpinan Cabang Muhammadiyah. Kepanjen, Malang, Ahad (2/9/18) pagi.
Menurut ahli tasawuf yang terkenal dengan buku serial diskusi tasawuf modern—di antaranya Pusaran Energi Ka’bah—takdir tetap memiliki tiga variabel. Selain sudah menjadi sunnatullah, takdir juga dipengaruhi usaha dan doa.
Dalam sunnatullah, lanjutnya, memang ada hukum alam yang tidak pernah berubah dan hukum keseimbangan. Sementara, usaha yang dianjurkan Islam adalah kesungguhan, kejujuran, adil keihlasan, dan kemanfaatan.
“Berdoa adalah berserah diri, ketawakalan, berbaik sangka, dan istiqamah setelah berusaha. Jadi, mengimani takdir bukan berarti hanya pasrah begitu saja,” tegas lulusan Jurusan Teknik Nuklir Fakultas Teknik UGM Yogyakarta ini.
Banyak dalil ayat Alquran yang menuntun manusia harus tetap berusaha. Dengan Kemurahan dan Kehendak Allah SWT, kata Agus, manusia sebenarnya bisa mendapatkan apapun yang diinginkannya. Karena setiap amalan pasti akan mendapat balasannya. Bahkan, ingin sukses dunia pun tidak harus menjadi muslim.
“Kita hanya dihadapkan pada dua pilihan. Menginginkan kesenangan dunia saja atau sekaligus kehidupan kelak. Masing-masing akan dibalas Allah sekecil apapun amal yang kita perbuat,” tambahnya.
Akan tetapi, lanjut Agus, Allah SWT akan tetap melihat bagaimana sebuah amal itu dilakukan secara nyata. Yakni, apakah sudah dengan ikhtiar kesungguhan (jihad) dan kesabaran. Jadi, (takdir) kebaikan bisa terjadi memang mensyaratkan perjuangan dan pengorbanan.
Lalu, di mana takdir kita kelak? Mendapakan surga atau neraka? Wallahua’lam! (Khoirul Amin)