PWMU.CO – Kisah Nabi Nuh dan anaknya dikupas secara kontekstual oleh Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan H Muntholib Sukandar dalam ceramahnya pada kegiatan Subuh Bersama Keluarga yang digelar oleh Pimpinan Ranting Muhamamdiyah dan Aisyiyah Babat Tengah, di Mushala Al Hikmah, Babat, Lamongan, Jawa Timur, Ahad (28/10/18).
Menurutnya, kisah Nabi Nuh mengandung pelajaran berharga bagi umat Islam agar mempersiapkan generasi penerus yang beriman dan beramal shaleh, di tengah pengaruh lingkungan yang merusak.
Generasi itu, menurut Munthalib akan memperjuangkan agama Allah, sehingga meninggalkan jejak kebaikan yang selalu dikenang oleh masyarakat.
“Kita pada saat dilahirkan dalam keadaan menangis sedangkan orang di sekeliling kita menyambut dengan tertawa,” ungkapnya.
Sebaliknya, sambungnya, apabila meninggalkan dunia ini, maka kita berusaha untuk tertawa sementara orang di sekeliling akan menangis mengenang jasa dan perjuangan kita dalam menegakkan agama Islam.
“Hal ini akan terbentuk apabila kita mempersiapkan anak cucu kita dan juga generasi di bawah kita dengan Dienul Islam,” tuturnya. “Karena mereka sekarang hidup di zaman now, di mana banyak sekali pengaruh dari luar yang dapat merusak akidah.”
Munthalib mengingatkan, jangan sampai kisah ketidakpatuhan putra Nabi Nuh pada perintah Allah terulang pada generasi sekarang dan yang akan datang.
Dengan mengutip Alquran Surat Hud Ayat 42-43, dia menjelaskan bagimana kisah pembangkangan anak Nabi Nuh ketika diperintahkan ayahnya untuk naik kapal menyelamatkan diri dari banjir besar yang sedang melanda.
Rupanya, dengan kesombongannya, anak Nabi Nuh menolak bergabung dalam bahteranya. Dia merasa bisa menghindari air bah dengan naik ke gunung. Tapi apa yang terjadi, dia tenggelam dalam banjir.
“Nuh berkata: ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang’. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan,” salah satu bunyi ayat yang dikutip Munthalib.
Dia menjelaskan, bahtera yang dibuat Nabi Nuh bukan sembarang kapal. tapi bahtera yang dibuat oleh manusia mulia dengan petunjuk ‘arsitek’ tanpa tanding. “Arsitek itu adalah Allah SWT dan pembuat perahu itu adalah Nabi Nuh AS,” tuturnya.
Seperti dijelaskan dalam Surat Hud Ayat 37, bahtera tersebut dibuat dengan ‘pengawasan dan petunjuk wahyu’. Menurut Munthalib, itu menunjukan bahwa Nabi Nuh AS membuat bahtera yang luar biasa itu dengan petunjuk dari Allah SWT.
Karena itu dalam konteks kekinian Munthalib mengajak jamaah untuk selalu berpegang pada petunjuk Allah agar selamat di dunia dan akhirat. Sebagaimana Nabi Nuh dan umatnya berpegang pada bahtera yang dibuat atas petunjuk-Nya itu. (Faried Achiyani)