PWMU.CO – Perlahan namun pasti bangsa Indonesia mengakui kepahlawanan putra bangsa yang berjuang pada jalur intelektual. Pada masa awal berdirinya republik ini, gelar pahlawan dominan diberikan kepada pejuang-pejuang fisik yang mengangkat senjata.
Mr Kasman Singodimedjo sebagai pejuang intelektual, “baru” mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional setelah 73 tahun Indonesia merdeka. Tokoh yang pernah masuk dalam jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Masyumi ini mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan l, Kamis (8/11/18) menjelang peringatan Hari Pahlawan 10 Nopember 2018.
Keputusan Presiden No.123/TK/2018 tanggal 8 Nopember 2018 menetapkan Mr Kasman Singodimejo sebagai Pahlawan Nasional bersama lima pahlawan lainnya: Abdurrahman (AR) Baswedan (Daerah Istimewa Yogyakarta), Pangeran Muhammad Noor (Kalsel), Brigjend KH Syam’un (Banten), Agung Hj Andi Depu (Sulbar).
Mr Kasman dilahirkan di Purworejo Jawa Tengah pada 25 Februari 1904 dan wafat di Jakarta 25 Oktober 1982. Meraih gelar Mr (Meester in de Rechten) pada 26 Agustus 1939 bidang Hukum Sosial Ekonomi dari Sekolah Tinggi Hukum Jakarta.
Selama menempuh pendidikan, Kasman aktif berorganisasi di Jong Java dan Jong Islameeten Bond. Setelah lulus kuliah, bekal ilmu hukum sosial ekonomi tidak lantas membawa Mr Kasman sebagai direktur atau manajer perusahaan.
‘Karirnya’ setelah kuliah adalah sebagai tahanan pemerintah kolonial pada tahun 1940 akibat jiwa kritisnya membela masyarakat. Mamasuki masa pendudukan Jepang, dunia militer menjadi jalan karir berikutnya menyandang gelar Mr sebagai daidanco PETA. Selama masa pendudukan Jepang, peran Mr Kasman sebagai pelatih dan pemberi wawasan kemiliteran pada tokoh-tokoh nasional diakui kualitasnya.
Memasuki masa kemerdekaan, Mr Kasman memimpin Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sebuah lembaga permusyawaratan yang kelak menjadi MPR. Peran KNIP yang dipimpin Mr Kasman sangat strategis dalam menyusun dasar negara dan dasar-dasar perundangan lainnya.
Amanah pascamemimpin KNIP antara lain sebagai Menteri Muda Kehakiman dan Jaksa Agung. Ketika menjabat sebagai Jaksa Agung ini justru Mr Kasman mendapat perlakuan “aneh” yaitu ditahan oleh pemerintah dengan tuduhan yang juga “aneh” pada tahun 1963.
Pemerintah Orde Lama menuduh Mr Kasman bersalah melanggar pasal 169 KUHP ayat 1,2,3 tentang “Turut serta dalam perkumpulan atau perserikatan lain yang bermaksud melakukan kejahatan yang dilarang undang-undang….” Tuduhan yang mengada-ada ini kemudian gagal dibuktikan di pengadilan, tetapi muncul fitnah lain tentang keterlibatan dalam rapat gelap. Tuduhan yang disebarkan oleh kelompok kiri tentang kelompok Mr Kasman yang berniat membunuh Presiden Soekarno.
Atas tuduhan ini Mr Kasman pada 14 Agustus 1964 divonis hukuman 8 tahun penjara. Setelah naik banding hukuman Mr Kasman menjadi 2 tahun 6 bulan dengan diiringi tuduhan-tuduhan sebagai agen kontra-revolusi. Hukuman yang tidak aneh, mengingat Mr Kasman merupakan tokoh yang mengakomodasi kepentingan Islam dalam pemerintahan sekaligus penentang ideologi komunis yang gigih.
Komunisme menurut Mr Kasman tidak cukup kuat dijadikan sebagai dasar negara. Dengan kebebasan berkeyakinan hidup termasuk kebebasan tidak beragama, komunis hendak membuat Pancasila menjadi atheis sehingga agama dan Pancasila akan hancur sesuai kehendak komunis.
Meminjam falsafah Jawa “Becik ketitik olo ketoro“, anugrah gelar Pahlawan Nasional menunjukkan bahwa tuduhan-tuduhan yang pernah tersemat pada nama Mr Kasman Singodimejo menjadi gugur adanya. Qadarullah singa podium Singodimejo atau Lion on The Table mengaum di podium-podium KNIP baru diakui jasanya setelah 73 tahun Indonesia merdeka.
Tidak ada yang terlambat, tidak ada yang perlu disalahkan dalam proses bersama menemukan ibrah. Wallahu’alam bishshawab. (*)
Catatan oleh Prima Mari Pangestu. Sumber Ensiklopedi Tokoh Muhammadiyah, Najamuddin Ramly, Hery Sucipto, Best, Jakarta 2010.
Discussion about this post