PWMU.CO-Berbeda dengan kawasan sekitar Timur Tengah, penyebaran Islam di Indonesia paling sedikit ter-Arabkan. Pengaruhnya sedikit sekali penduduk negeri ini yang paham bahasa Arab dan Alquran.
Hal itu disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah Drs Hajriyanto Y Thohari MA dalam orasi kebudayaan pada Milad Muhammadiyah ke-109 di Hall At Tauhid UMSurabaya, Ahad (18/11/2018).
Di tempat lain seperti Mesir, Aljazair, Tunisia, Libanon, Yordania, Pakistan, dan Turki sangat ter-Arabkan. Di-Arabkan melalui bahasa, mengenal Islam lalu belajar bahasa Arab dan sehari-hari memakai tulisan Arab.
”Awal Islam masuk, sudah menulis bahasa Melayu dan Jawa dengan tulisan Arab. Dikenal dengan Arab pegon. Kemudian datang Belanda dan diperkenalkan huruf latin. Akhirnya terbiasa pakai huruf latin.
Karena tidak ter-Arabkan, akibatnya tak banyak umat Islam Indonesia bisa membaca Alquran. Apalagi paham maknanya. ”Membaca Arab pegon sudah gak bisa. Apalagi Arab gundul, wong Arab gondrong saja gak bisa,” tuturnya.
Maka, sambung Hajri, hubungan umat Islam dengan Alquran sebagai sumber ajaran Islam bukan hubungan intelektual tapi lebih banyak hubungan mistik. Seperti ada prinsip membaca Alquran itu dapat pahala meskipun tidak tahu artinya.
“Alquran berfungsi sebagai jimat. Ditaruh di mobil agar selamat. Ayatnya dilipat-lipat dibungkus kain ditaruh di atas pintu. Membaca surat Maryam untuk mendapatkan anak yang cantik. Membaca surat Yusuf agar wajahnya ganteng. Membaca summun bukmun umyun agar lolos razia polisi,” selorohnya yang mengundang tertawa riuh hadirin.
Karena hubungannya mistik magis maka umat Islam belum bisa mengambil energi dari kitab Alquran. Seandainya saja terjadi hubungan intelektual, menurut Hajri, umat Islam bisa berkualitas. Misalnya, dengan mengamalkan ayat iqro, bacalah maka akan meningkatkan budaya literasi.
“Kenyataannya budaya membaca di Indonesia masih sangat rendah. Kita itu masuk ranking 60 dari 61 negara untuk literasi,” ujar Hajri yang kembali disambut tawa hadirin. (Sugiran)