PWMU.CO – Presiden Asian Conference of Religions for Peace (ACRP) Prof Dr Din Syamsuddin mengatakan, proses rekonsiliasi dan perdamaian antaretnik dan agama di Myanmar bermasa depan positif. “Dan sangat mungkin terjadi.”
Din Syamsuddin menyampaikan hal itu dalam Advisory Forum for National Reconciliation and Peace in Myanmar, Kamis (22/11/18).
Optimisme Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 ini didasarkan pada berkembangnya fenomena positif dan dinamis bahwa para elit agama, etnik, politik, dan pemerintahan dapat duduk bersama dan terlibat dalam percakapan yang terbuka dan jujur tentang sejumlah masalah yang ada di Myanmar, khusus ketegangan dan konflik baik yang berdimensi etnik maupun keagamaan.
Menurut Din, perdamaian dan rekonsiliasi di tubuh sebuah bangsa meniscayakan adanya kesediaan berdialog dan menyelesaikan masalah dengan semangat musyawarah untuk mufakat.
Din Syamsuddin adalah salah seorang pembicara utama pada sesi penutupan bersama Menteri Urusan Agama dan Kebudayaan Myanmar Mr. Thura U Aung Ko, Honorary President of Religions for Peace Bishop Gunnar Stalsett, tokoh Hindu dari India Dr. Vinu Aram, dan Kardinal Charles Bo dari Myanmar.
Forum yang dihadiri oleh sekitar 100 tokoh yang mewakili komunitas agama, berbagai suku, partai politik, dan pemerintah baik sipil maupun militer itu, berlangsung di Myanmar International Convention Centre di Ibu Kota Myanmar, Nay Pyi Taw, Rabu-Kamis (21-22/11/2018).
Forum yang bermakna historis tersebut diprakarsai oleh Religions for Peace Myanmar, yang didukung oleh Religions for Peace International dan Pemerintah Myanmar, serta dibuka langsung oleh Konselir Negara Daw Aung San Suu Kyi.
Pada bagian akhir presentasinya, Din Syamsuddin berbagai pengalaman Indonesia yang berhasil mengembangkan dialog yang bahkan sudah berkembang menjadi dialog aksi, seperti yang diluncurkan bulan lalu, yaitu Kolaborasi Lintas Agama untuk Perlindungan Hutan.
Melalui keterangan tertulis yang disampaikan pada PWMU.CO, Jumat (23/11/18) pagi, Din menjelaskan, dalam forum yang bertujuan merumuskan rekomendasi buat Pemerintah Myanmar itu dibahas sejumlah isu: pendidikan, pemuda, wanita, identitas, dan secara khusus masalah di Rakhine State.
“Khusus mengenai masalah di Rakhine State, kuat usulan untuk diberinya status warga negara bagi etnik Rohingya, dan melaksanakan repatriasi bagi pengungsi Rohingya yang berada di luar negeri,” ujarnya.
Daw Aung San Suu Kyi sendiri, menurut Din, menyambut baik forum itu. “Dalam amanat pembukaanmya dia menegaskan komitmen Myanmar untuk mengembangkan multikulturalisme, ko-eksistensi, dan toleransi,” ujar Din yang diangkat sebagai salah seorang dari Core Group.
Menurut Din, Daw Suu—demikian dia dipanggil—mengharapkan agar dalam forum tersebut dapat dicapai pertemuan pikiran (meeting of mind) di antara berbagai pemangku kepentingan di Myanmar.
Din menambahkan, forum ini akan berlanjut tahun depan untuk melakukan percakapan dan permufakatan tentang sejumlah isu krusial yang dapat mengganggu kerukunan dan keutuhan bangsa Myanmar. (MN)