PWMU.CO – Merawat jenazah adalah salah satu materi yang diberikan dalam Pesantren Kilat Baitul Arqam (PKBA) yang diselenggarakan Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhamamadiyah (PCM) Kecamatan Gresik, di Aula Matahari SMA Muhamamdiyah 1 Gresik, Sabtu (5/1/19).
Betindak sebagai pemateri adalah Ketua Majelis Lembaga Kebudayaan Pimpinan Daerah Àisyiyah (PDA) Kabupaten Gresik Triwulandari Heppiyani. “Ibu-ibu guru, apa ada yang pernah memandikan mayit?” begitu ia memulai materi. Sebagian besar peserta pun menjawab, “Belum Bu.”
“Jangan takut pada mayit, karena kita semua adalah calon mayit,” tegas Heppi, sapaannya, setelah mengetahui banyak peserta yang belum pernah ikut merawat jenazah.
Dia ikut prihatin karena masih minimnya tim perawat jenazah di kalangan warga Aisyiyah. “Jadi kadang ada warga Aisyiyah yang meninggal dan keluarga sebenarnya menginginkan yang merawat jenazah adalah orang Aisyiyah. Tapi karena tidak ada yang berani merawat akhirnya diserahkan ke modin desa,” jelasnya.
Karena itu dia berharap, setelah pelatihan perawatan jenazah ini, harus terbentuk Tim Kifama di Pimpinan Cabang Àisyiyah (PCA) Kecamatan Gresik ini.
Pada materi perawatan jenazah ini, peserta dipisah antara laki-laki dan perempuan. Kegiatan semakin menarik dan membuat peserta gerr-gerrraan adalah saat praktik perawatan jenazah.
Heppy meminta satu relawan untuk menjadi model mayat dan empat relawan lainnya sebagai tim perawatan. Dimulai dengan tata cara bagaimana menalqin orang yang sedang syakaratul maut, dengan suara yang lembut dan tidak tergesa-gesa, sampai menata jenazah yang sudah meninggal dengan posisi yang sesuai syariat.
Beberapa peserta pun berbisik, “Ya Allah … astaghfirullah takut … ngeri.”
Dalam praktik itu yang menjadi “mayat” adalah Syafridawati, guru SD Muhammadiyah 1 Gresik. Ketika dia dipindahkan, tiba-tiba berteriak, “Eh … Bu … aku kudu tlebok (mau jatuh).”
“Lho mayat tidak boleh ngomong,” sahut Heppy yang disambut tawa riuh peserta.
Suasana semakin haru, setelah proses memandikan jenazah dilanjutkan proses mengkafani. Semua peserta tertegun dan merenung. “Ya Allah kita nanti akan seperti itu,” kata Luluk Subaidah SPd, guru SDM 2 Gresik, salah satu peserta. Suasana jadi lengang. Si “mayat” pun terbujur kaku tak bergerak sama sekali.
Tiba-tiba Lailatul Mufidah SPd, peserta dari TK Aisyiyah 1 Gresik, yang ada di samping mayat ketakutan. Dia takut, “mayat” tidak bisa bernafas karena terbungkus seperti pocong. Sambil menggoyang-goyangkan tubuh si “mayat” dia berkata, “He … Bu Rida … Bu Rida Sampean gak papa tah?
Beberapa saat, Rida, sapaan akrab Syafridawati, masih terdiam. Sejurus kemudian, dengan suara besar, dia berucap, “Ho … ho .. ho …” Suasana pun riuh lagi oleh tawa.
Di akhir sesi, Heppy menyampaikan tidak perlu takut untuk menjadi perawat jenazah karena merupakan fardlu kifayah. “Untuk memulainya bisa dengan perlahan. Mulai saja dengan ikut menyaksikan dan membantu yang ringan dulu,” ujarnya. (Lilik Isnawati)