PWMU. CO-Wajah Yura Shimizu tampak sumringah saat menginjakkan kaki di Bandara Juanda Surabaya, Rabu (6/2/2019) sore tiga hari lalu. Meskipun lelah ia sangat senang bertemu dengan host familynya.
”It was tiring trip, but I am happy to meet my host family,” ungkap Yura, sapaan akrabnya.
Dia menempuh perjalanan dari Osaka ke Hongkong. Lalu Hongkong ke Surabaya. Ia menempuh perjalanan kurang lebih 11 jam. Seharusnya hanya 10 jam. Cuaca hujan membuat perjalanan dari Hongkong ke Surabaya yang seharusnya 5 jam menjadi 6 jam.
Setelah di bandara, ia bertolak menuju rumah makan Mang Engking di daerah Raya Juanda. Di sana bertemu dengan penjemput dari SMA Muhammadiyah 2 Surabaya (Smamda) yaitu Astajab SPd MM, kepala Smamda, didampingi Mas’ad Fachir, Tanti Puspitorini. Juga Bima Surya, siswa kelas X MIPA 1 yang orangtuanya, Indrarian Polii, akan menjadi host family guru tamu dari Jepang ini.
Saat tiba di rumah host family di Tenggilis Utara, pria 20 tahun ini merasa seperti di rumahnya sendiri. Karena keluarga barunya memberi sambutan yang hangat. Ia langsung menuju kamar tidur untuk melepas penat. Keesokan harinya, keinginannya makan rendang terwujud. Menu rendang telah tersaji untuk sarapan
”Hmm It’s very delicious, I like it,” ungkap Yura. Rendang sangat lezat, saya suka, katanya.
Yura mulai mengajar di Smamda Jumat (8/2/2019). Ia mengikuti Exchange Participant AIESEC akan tinggal di Surabaya hingga 23 Maret mendatang.
Rabu pagi pukul 06.20 mahasiswa Osaka University ini sudah berada di Smamda. Kedatangannya mendapat sambutan dari guru dan siswa.
Setelah berkeliling sekolah, ia langsung mengajar kelas XI Ilmu Bahasa dan Budaya (IBB). Kali pertama mengajar, ia merasa grogi. Karena siswa aktif, ia mulai enjoy. ”I felt very nervous, but the students were so good that I could enjoy my class,” tuturnya.
Ia sangat ingin tahu ritual sebelum pelajaran dimulai seperti berdoa, kajian tafsir Alquran (setiap hari Jumat), menyanyi lagu nasional dan membaca janji pelajar. ”In Japan there is no religion class because it’s banned by the law,” terangnya. Ia mengatakan, di Jepang tidak ada pelajaran agama, karena dilarang undang-undang.
Pada saat mulai mengajar siswa kelas XI IBB, dia membuat kejutan. Yura memperkenalkan diri dengan bahasa Indonesia. Tepuk tangan siswa langsung bergemuruh mengisi ruang kelas. Setelah memperkenalkan diri dengan bahasa Indonesia, ia menggunakan bahasa Jepang. Ia meminta siswa satu per satu memperkenalkan diri dengan bahasa Jepang.
Mahasiswa jurusan sastra Indonesia ini di Smamda mengajar bahasa Jepang dan budayanya. Di sini ia ingin belajar banyak hal. Mempelajari sistem pendidikan dan kurikulumnya, ingin belajar membatik, silat Tapak Suci dan bahasa Indonesia. (Tanti Puspitorini)