PWMU.CO – Warga Muhammadiyah diminta jangan menjadi umat Islam sontoloyo. Umat yang tidak bisa bertanggung jawab dan selalu mencari kesalahan orang lain.
Hal itu dikatakan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Drs Hajriyanto Y Tohari MA, dalam tabligh akbar dan pelantikan bersama lima PCM-PCA Surabaya Barat di Markas Muhammadiyah Lakarsantri, Ahad (29/5).
(Baca: Inspiratif … Muhammadiyah Surabaya Barat Garap Bisnis Bersama)
”Contohnya, angon bebek lima ilang loro (menggembalakan bebek lima hilang dua, Red). Kalau pelihara bebek seribu hilang dua masih wajar. Ini cuma lima bebek, hilang dua, sontoloyo namanya,” kata Hajrianto yang pernah menjabat Wakil Ketua MPR.
Contoh Islam sontoloyo lainnya, sambung Hajriyanto, adalah membangun masjid tidak jadi-jadi, membangun sekolah tidak pernah selesai, atau acara peletakan batu pertama sekaligus terakhir. ”Umat Islam itu harus punya etos tinggi. Ada dorongan kemajuan dari dalam dirinya untuk menuntaskan pekerjaan. Bila punya semangat tinggi apa pun bisa,” ujarnya. ”Infak masjid dari dulu sampai sekarang masih pakai umplung (kaleng, Red) padahal bisa memakai rekening sehingga jumlahnya lebih besar.”
Prinsip dakwah Muhammadiyah, ujar Hajriyanto, sesuai pesan KH Ahmad Dahlan yakni taat ajaran agama, juga bisa mengikuti kemajuan zaman. ”Inilah makna Islam berkemajuan yang dikembangkan oleh Muhammadiyah,” kata Hajriyanto.
(Baca juga: Hajriyanto: Pemimpin Muhammadiyah Itu seperti Satrio Pandito dan Muhammadiyah Tak Perlu Banyak Produksi Kata-Kata)
Islam berkemajuan itu, sambung dia, memiliki tiga arti. Pertama, berkemajuan dalam semangat. Mempunyai etos kerja tinggi, menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas, etos tinggi berjuang. ”Etos tinggi sudah dibuktikan dengan membangun sekolah unggulan dan favorite di banyak kota, Di Surabaya ada Perguruan Pucang, di kota lain ada MI (Madrasah Ibtidaiyah) Karanganyar, MI Sapen, SD Muhammadiyah Salatiga, yang semua murid TK-nya anak pejabat,” kata mantan anggota DPR ini.
Kedua, lebih baik material dan spiritual. ”Orang Muhammadiyah dalam menjalankan organisasi jangan berprinsip sak mlakune, sak kobere,” katanya. ”Organisasi harus dikelola sesuai arah yang baik,” sambungnya.
Ketiga, menjadi lebih unggul. Sekarang ini, kata Hajriyanto, tidak penting jumlah mayoritas tapi plongah-plongoh, ngglembosi. ”Jumlah sedikit tapi berkualitas, berbobot lebih berarti dan bisa menguasai. Contohnya warga Tionghoa jumlahnya tidak sampai 3 persen tapi menguasai ekonomi negara ini.
”Jangan silau dengan jumlah banyak. Jangan suka produksi jargon kata-kata pluralisme, toleransi, kerukunan tapi sekadar omongan tidak ada pengaruhnya,” ujarnya. (sgp)