PWMU.CO-Teater Sangcek yang dikelola mahasiswa Universitas Muhammadiyah Gresik menggelar festival teater pelajar SMA/SMK/MA tingkat Jawa Timur mulai Kamis (7/3/2019).
Acara yang diberi nama Sangcek Theater Festival (STF) dan berlangsung di kampus ini akan berakhir Ahad (10/3/2019) dengan acara malam puncak penganugerahan pemenang.
Pembukaan diawali penampilan seni pencak macan dipadu dengan pantomim. Seni khas Gresik itu dikemas menjadi satu dengan seni dari luar negeri. Perpaduan ini menguatkan tema festival yakni Re-Identity atau Mengenal Kembali.
Khusnul Khorid, salah seorang panitia yang membacakan Deklarasi Sangcek Theater Festival menjelaskan, arti tema itu mengenal kembali diri kita untuk menata apa yang tercerai-berai.
”Dengan wejangan Jawa ojo kagetan, ojo gumunan, dan ojo grusa-grusu, kita berupaya untuk melakukan perbaikan dengan tangan, tidak sekadar lisan. Seperti filosofi pencak macan dan pantomim,” lanjut Khorid.
Kemudian tari zafin membuat suasana makin meriah. Tari ini akrab dikenal di berbagai acara masyarakat Gresik ini. Terakhir digelar diskusi teater dengan narasumber Rita Manu Mona, aktris Teater Koma Jakarta pimpinan N. Riantiarno.
Bunda Rita, sapaan akrabnya, pernah mendapatkan rekor MURI sebagai pemain yang tidak pernah digantikan pada pementasan lakon Sampek-Engtay. Lakon tersebut dipentaskan sebanyak 82 kali dalam rentang tahun 1988 hingga 2005. Ia sendiri telah aktif berteater selama 38 tahun sejak 1980.
Pembicara kedua Banon Gautama. Seniman lulusan IKJ ini lebih dikenal sebagai pantomimer. Ia tergabung dalam grup Sena Didi Mime Jakarta. Grup pantomim yang didirikan Sena Utoyo dan Didi Petet.
Dipandu oleh Raja Iqbal dan Khusnul Khorid, diskusi mengangkat tema seputar hambatan-hambatan yang biasa ditemui di dalam suatu kelompok teater.
”Bermain teater merupakan proses identifikasi yang tak pernah selesai untuk memahami kehidupan. Proses itu akan berakhir apabila Anda meninggal atau memutuskan pensiun dari dunia teater,” ujar Bunda Rita membuka bahasan. ”Kesenian itu merupakan salah satu cara yang jujur untuk memperindah kehidupan,” tambahnya.
Banon menambahi pada sisi edukasi karakter dalam berteater. ”Berteater itu bukan belajar berpura-pura. Malah Anda harus menggunakan kejujuran hati untuk memerankan tokoh. Festival ini pun demikian, bukan sekadar kejuaraan, tapi kejujuran,” kata Banon.
STF diikuti oleh 16 kelompok teater pelajar di Jawa Timur. Mereka beradu tampil mulai Jumat siang hingga Sabtu malam. Untuk menjaga kualitas penilaian, panitia mengundang dewan juri nasional. Selain Rita Manu Mona dan Banon Gautama, juga mengundang Roci Marciano, dosen Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya.
Tidak hanya kompetisi teater, STF juga menggelar Workshop Desain Visual yang dipandu oleh Alvin Hilmi. Juga ada bintang tamu Onomastika, grup folk yang menampilkan puisi dalam sajian lagu. Grup ini akan tampil pada Ahad (10/3) malam saat acara penutupan. (Abizar)