PWMU.CO – Kehadiran guest teacher alias guru tamu Fore Faith dari Zimbabwe memberi kesan tersendiri bagi siswa International Class Program (ICP) SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas) Gresik, Jumat (29/3/19).
Pasalnya, pada acara yang dikemas dengan tema “International Citizenship Learning” tersebut 30 siswa tersebut bisa belajar tentang budaya Zimbabwe yang terletak di Benua Afrika itu.
Faith menceritakan sempat mengalami keterkejutan budaya saat datang di Indonesia. Dia kaget saat kali pertama mandi menggunakan gayung, karena di Zimbabwe biasanya dia mandi menggunakan shower. Begitu juga kebiasaan duduk di lantai dengan kaki dilipat, karena di negaranya biasanya duduk di kursi.
Mahasiswa Jurusan Imunobiologi Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya ini heran saat melihat orang Indonesia bisa merokok dan meludah di mana-mana. Sebab, di negaranya merokok hanya diizinkan di tempat tertentu dan kalau meludah di mana-mana dianggap berperilaku yang kurang sopan dan tidak sehat.
Tapi, Faith juga kagum dengan budaya positif di Indonesia. Menurutnya, orang Indonesia sangat ramah dan suka meminta maaf. Bertemu dengan siapa pun tersenyum termasuk kepada dirinya walau tidak mengenalnya.
“One time I got a grab car, over an uneven road, how strange it was that the driver kept apologizing, if the driver wasn’t wrong,” ujarnya. Dia mengaku pernah naik Grab melewati jalan yang tidak rata. “Kok aneh malah sopirnya yang terus minta maaf, padahal kan sopirnya tidak salah.”
Dia juga menyukai keadaan sosial di Indonesia karena kecenderungan tidak ada perbedaan antara orang kaya dan orang miskin. Faith menceritakan, di negara Zimbabwe sangat terlihat mencolok perbedaan antara orang kaya dan orang miskin. Orang kaya hanya akan tinggal sama orang kaya seperti di kawasan Low Density Zimbabwean. Rumah mereka sangat luas. Memiliki lahan parkir dan taman yang indah. Mereka menempati wilayah Borrowdalo di Zimbabwe.
Sementara, lanjut Faith masyarakat yang berada di kelas menengah akan berada pada kawasan Middle Density Zimbabwean. Mereka masih memperoleh tempat tinggal yang layak dan dapat menempuh pendidikan hingga tingkat tinggi. Bagi orang yang miskin, mereka akan tinggal di daerah yang sangat padat penduduk, kurang berpendidikan, dan sangat ramai.
Di akhir sesi, Faith berpesan kepada siswa ICP agar lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. “Jika kamu ingin jadi akademia, kamu harus pintar dan bisa menerima ide orang lain,” kata dia
Faith merencanakan studi lanjut S3 di Oxford University dan berkeinginan menjadi profesor bidang Virologi. “Agar saat meninggal nanti bisa dikenang seperti Albert Einstein,” harap Faith penuh semangat.
Kesan positif siswa ICP
Belajar bersama Faith memberikan kesan tersendiri bagi siswa ICP. Selama ini yang datang ke sekolah seringnya dari foreigner (orang asing) berkulit putih seperti Spanyol, Jepang, atau Italia. Namun kali ini bisa memperluas wawasan budaya langsung dari ras Negroid yang berkulit hitam.
Seperti disampaikan Devano Maulana Cordoba Rinaldi. “Faith sangat pintar. Berbahasa Inggrisnya sangat lancar. Dia juga bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dengan baik,” kesannya.
“Orangnya humble banget. Mudah menyesuaikan dengan kondisi baru dan yang membedakan dengan foreigner lainnya, Faith menjelaskan semua kondisi baik dan buruk yang ada di negaranya atau di Indonesia. Tidak hanya yang baik-baik saja,” terangnya.
Kesan lain disampaikan Ilham Aditya Wibowo. Dia sangat tertarik dengan sistem pendidikan yang ada di Zimbabwe. “Pola pendidikannya sudah terjurus sejak di tingkat primary education (SD) dan terlihat sangat teratur,” ujarnya.
Tidak semua mata pelajaran, sambungnya, bisa diambil semaunya mesti ada prasyaratnya, misalnya masuk di jenjang advance aducation (menengah atas) minimal memperoleh nilai A sebanyak 10. “Bila tidak, maka hanya akan masuk ke vocasional training dulu. Tidak mungkin bisa melanjutkan ke universitas,” ujarnya. (Anis Shofatun)