PWMU.CO – Pimpinan Cabang Aisyiyah Wringinanom mengadakan pengajian rutin bertempat di Ranting Aisyiyah Tlanak, Ahad (21/4/2019). Menghadirkan pembicara Ustadz Heri Siswanto SHI.
”Ibu-ibu, apa tujuan panjenengan semua datang pada pagi hari ini? Ingin mendapatkan nilai di sisi Allah atau ingin mendapatkan kotakan kue?” tanya Ustadz Heri Siswanto SHI mengawali pengajiannya.
Sontak ibu-ibu menjawab ingin mendapat nilai dari Allah sambil tersenyum.
Lantas Ustadz Heri mengutip surat Al Insan ayat 27. ”Sesungguhnya mereka orang kafir itu mencintai kehidupan (dunia) dan meninggalkan hari yang berat (hari akhirat) di belakangnya.”
Kehidupan di dunia bagi orang kafir pada ayat ini, sambung Ustadz Heri, dikiaskan yuhibbuunal aajilah yaitu mencintai kehidupan dunia. Karena mereka senang dengan hal yang kontan atau instan.
”Misalnya ibu-ibu mendengar pengumuman di balai desa akan ada pembagian uang seratus ribu untuk setiap orang dan harus diambil pada hari dan jam yang sama dengan pengajian ini. Mana yang ibu-ibu pilih?” tanya Ustadz Heri lagi.
Sambil bisik-bisik jamaah menjawab cekikikan,”Pergi ke balai desa.”
Padahal nikmat yang Allah berikan di dunia ini, kata dia, laksana jari yang dicelupkan di lautan dan air bekas celupan itulah yang dibagikan di dunia. ”Rezeki yang sedikit itulah Allah minta untuk dibelanjakan di jalanNya, tidak semua hanya sebagian,” tandas Ketua Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Wringinanom ini.
Dia lantas berkisah para sahabat Rasulullah dalam perang Tabuk. Yaitu perang yang dilakukan pada saat kemarau. Sebanyak 30 ribu tentara berangkat perang dengan jarak tempuh 650 km untuk menghadang tentara Romawi yang berjumlah 40 ribu.
Karena perjalanan sangat jauh dan lama sehingga kehabisan bekal. Tentara Islam menyembelih unta hanya untuk diambil simpanan airnya untuk diminum. Lalu mencari daun hijau untuk membasahi bibir. Padahal dari Utsman bin Affan saja sudah menafkahkan 900 unta dan 100 kuda, tetapi masih belum cukup karena satu unta untuk 18 tentara.
Setelah perang ternyata ada tiga sahabat yang diinformasikan tidak ikut dalam peperangan yaitu Kaab bin Malik, Murarah bin Rabi, dan Hilal bin Umayyah. Ketika ditanya Rasulullah alasannya cuma sepele. Terlambat menyiapkan perbekalan perang sehingga tertinggal.
Sejak itu ketiga sahabat tadi tidak diajak bicara oleh Rasulullah dan sahabat lain selama 50 hari. Begitu juga Rasulullah memerintahkan kepada istri ketiganya untuk mendiamkan.
Hidup dikucilkan oleh Rasulullah itu membuat hati, hari-hari, dan kehidupan ketiga sahabat tadi serasa sempit seolah hidup di bumi yang lain dan merasa berdosa.
Lantas Ustadz Heri mengambil ibrah dalam kisah tadi dalam kehidupan kita. ”Mengapa kita merasa senang kalau tidak hadir dalam pengajian? Sedangkan para sahabat merasa sedih sekali tertinggal dalam peperangan,” kata Ustadz Heri dalam pengajian yang dihadiri jamaah dari tujuh ranting Aisyiyah ini. (Ani Ummu Aida)