![](https://i0.wp.com/pwmu.co/wp-content/uploads/2019/05/IMG_20190523_133051_891.jpg?fit=696%2C513&ssl=1)
PWMU.CO – Ahad (19/5/19) sore itu, angin berhembus semilir. Tampak seorang lelaki tua keluar dari gapura Perumahan Krembangan Asri (GKA) Gresik. Di punggungnya ‘bersandar’ sebuah karung putih berisi barang-barang bekas.
Beban berat yang dipikulnya itu membuat lelaki berusia 60 tahun itu harus menghentikan langkahnya. Dia memutuskan untuk beristirahat sejenak. Diturunkannya karung yang membebani pundaknya itu. Dengan mengambil napas panjang berulang kali, akhirnya dia duduk di tepi Jalan Raya Krembangan Asri, di samping Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG).
Lelaki itu bernama Suyai, seorang pencari barang bekas. Hampir tiap hari dia berkeliling dengan jalan kaki menyusuri daerah GKA. Berlanjut ke Jalan Enggano, Jalan Bangka, dan Jalan Jawa di Gresik Kota Baru (GKB). Lalu ke Desa Osowilangun Kecamatan Manyar dan kembali di Dusun Serembi Kecamatan Kebomas Gresik, tempat tinggalnya.
Pria asal Desa Sumber Agung, Kecamatan Kepoh Baru, Kabupaten Bojonegoro ini, tiap hari mengumpulkan barang-barang bekas yang masih bisa didaur ulang seperti bekas air mineral atau kardus dari tempat sampah rumah tangga atau di sepanjang jalan.
Setiap lima hari sekali dia bisa mengumpulkan 125-150 kilogram barang bekas. Setelah itu dia menjualnya kepada pengepul. Hasil penjualan yang diperoleh sekitar Rp 200-300 ribu dia bawah pulang untuk keluarganya di Bojonegoro.
Selama di Gresik, dia tempat pengepulnya yang dia sebut denan Bu Anik dan Pak Sukati. “Dipun syukuri mawon, Alhamdulillah taseh wonten sing nampung kulo saget tilem ten griyo Bu Anik niku, mengke le ngekost mboten cekap artone damel wangsul,” ujarnya dalam bahasa Jawa.
Dia mengatakan, bersyukuri masih ada Bu Anik yang membantu dengan memberi tempat tidur yang layak. Sebab nanti kalau cari kos-kosan, uangnya tidak cukup.
Meski sudah berkepala enam, bapak lima anak dan empat cucu ini tetap semangat bekerja dan menjalankan ibadah di Bulan Suci Ramadhan. Sepagi mungkin dia keluar rumah untuk mengumpulkan barang-barang bekas, setelah shalat Subuh berjamaah di mushala dan kembali sebelum adzan Maghrib berkumandang.
Di tempat tinggalnya ia senantiaa beramah shalat Maghrib, Isya, dan shalat Taraweh. Kalau shalat Dhuhur dan Ashar, dia akan shalat jamaah di mushala atau masjid yang dia temuai di jalan. Perjuangan untuk selalu shalat jamaah itu juga ditekankan kepada anak-anakanya. Dia bercerita pernah marah saat anaknya idak berjamaah di masjid atau mushala.
Suyai menjalani aktivitas rutin ini sudah 43 tahun, sejak tahun 1976 silam. Di amengaku kadang ada perasaan bosa yang menghampirinya. Namun, dia berusaha menepisnya. Selain kebutuhan untuk mencukupi ekonomi keluarga, dia berprinsip selalu ikhlas dan berupaya menjalani kehidupannya dengan baik.
“Mumpung taseh urip, dilampahi sing sae mawon, bok bilih dipun trampi kale gusti Allah nggeh syukur. Bilih mboten nggeh niku urusane gusti Allah,” ujarnya. Maksudnya, selagi masih hidup, dijalankan saja yang terbaik, bila diterima oleh Allah ya bersyukur. Bila tidak itu urusanya Allah. (Anis Shofatun)
Discussion about this post